Radiasi
Pengantar
Pernah mengenakan pakaian berwarna hitam
di siang hari yang panas ? Kalau belum, silahkan mencoba… Kalau tidak
punya pakaian berwarna hitam, pinjam saja punya tetangga
Bilang saja buat percobaan fisika, pasti tidak diberi. hehe… Biar
keren, kali ini dirimu tampil penuh percaya diri dengan setelan
hitam-hitam. Rasanya bagaimanakah ? wah, mau mati saja rasanya… Sudah
bikin gerah, dikirain penampakan lagi. Hiks2… Aneh ya, masa cuma pakai
pakaian berwarna hitam tubuh bisa kepanasan. Apa hubungannya ya…
Btw, biasanya pagi hari atau sore hari
rasanya tidak terlalu panas. Tapi kalau siang hari rasanya panas sekali…
Kata ibu, waktu eyang butut masih hidup memang sudah begitu… Esok kalau
harga bbm naik lagi mungkin berubah kali
Mengapa ya, siang hari kok lebih panas daripada pagi hari atau sore
hari… Terus Amerika, eropa, dkk tuh katanya punya 4 musim. Ada musim
panas, musim dingin, musim semi, musim gugur. Kalau di Indonesia malah
banyak musim. Ada musim kemarau, musim hujan, musim banjir, musim demam
berdarah, musim karet, musim duren, musim mangga dkk. Mengapa orang bule
punya musim panas, musim dingin segala… Kayanya tidak adil ya.
Seharusnya Indonesia juga punya musim dingin, biar semuanya pada
kedinginan. Oya, nyaris lupa… Mengapa di kutub utara dan selatan suhunya
sangat dingin sampai semuanya pada membeku ?
Perpindahan kalor dengan cara Radiasi
Selain berpindah dari tempat yang memiliki suhu lebih tinggi menuju tempat yang memiliki suhu lebih rendah dengan cara konduksi dan konveksi, kalor juga bisa berpindah tempat dengan cara radiasi. Bedanya, perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi membutuhkan medium. Sebaliknya, perpindahan kalor
dengan cara radiasi tidak membutuhkan medium. Dirimu jangan pake
bingung dengan istilah medium. Yang dimaksudkan dengan medium adalah
benda-benda yang berfungsi sebagai penghantar kalor. Penghantar kalor
yang baik menggunakan cara konduksi adalah zat padat. Sedangkan
penghantar kalor yang baik menggunakan cara konveksi adalah zat cair dan
zat gas. Nah, perpindahan kalor dengan cara radiasi tidak menggunakan
penghantar. Kok bisa ya ?…. yupz
Radiasi sebenarnya merupakan perpindahan
kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik, seperti cahaya tampak
(merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu dll), infra merah dan
ultraviolet alias ultra ungu. Mengenai gelombang elektromagnetik akan
kita kupas tuntas dalam pokok bahasan tersendiri.
Salah satu contoh perpindahan kalor dengan cara radiasi
adalah perpindahan kalor dari matahari menuju bumi. Matahari memiliki
suhu lebih tinggi (sekitar 6000 K), sedangkan bumi memiliki suhu yang
lebih rendah. Karena terdapat perbedaan suhu antara matahari dan bumi,
maka secara otomatis kalor mengungsi dari matahari (suhu lebih tinggi)
menuju bumi (suhu lebih rendah). Seandainya perpindahan kalor dari
matahari menuju bumi memerlukan perantara alias medium, maka kalor tidak
mungkin tiba di bumi. Persoalannya si kalor harus melewati ruang hampa
(atau hampir hampa alias kosong melompong). Jika tidak ada sumbangan
kalor dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan pernah ada. Ingat
ya, kalor tuh energi yang berpindah. Kehidupan kita di planet bumi
sangat bergantung pada energi yang disumbangkan oleh matahari. Nah,
energi bisa berpindah dari matahari ke bumi dalam bentuk kalor alias
panas.
Contoh lain dari perpindahan kalor dengan cara radiasi adalah
panas yang dirasakan ketika kita berada di dekat nyala api. Panas yang
kita rasakan bukan disebabkan oleh udara yang kepanasan akibat adanya
nyala api. Seperti yang telah gurumuda jelaskan pada pokok bahasan
konveksi, biasanya udara yang kepanasan memuai sehingga massa jenisnya
berkurang. Akibatnya, udara yang massa jenisnya berkurang tadi meluncur
ke atas, tidak meluncur ke arah kita. Mirip seperti asap yang keluar
lewat cerobong. Kita bisa merasa hangat atau kepanasan ketika berada di
dekat nyala api karena kalor berpindah dengan cara radiasi dari nyala
api (suhu lebih tinggi) menuju tubuh kita (suhu lebih rendah). Dengan
kata lain, kita bisa merasa hangat atau kepanasan karena adanya energi
yang berpindah dengan cara radiasi dari nyala api menuju tubuh.
Perpindahan kalor dengan cara radiasi
sedikit berbeda dibandingkan dengan perpindahan kalor dengan cara
konduksi dan konveksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi dan
konveksi terjadi ketika benda-benda yang memiliki perbedaan suhu saling
bersentuhan. Sebaliknya, perpindahan kalor dengan cara radiasi bisa
terjadi tanpa adanya sentuhan. Matahari dan bumi tidak saling
bersentuhan, tetapi kalor bisa mengungsi dari matahari menuju bumi.
Demikian juga nyala api dan tubuh kita tidak saling bersentuhan, tetapi
tubuh bisa kepanasan kalau kita berdiri di dekat nyala api.
Laju perpindahan kalor dengan cara radiasi
Laju perpindahan kalor dengan cara radiasi ditemukan sebanding dengan luas benda dan pangkat empat suhu mutlak (Skala Kelvin) benda tersebut.
Benda yang memiliki luas permukaan yang lebih besar memiliki laju
perpindahan kalor yang lebih besar dibandingkan dengan benda yang
memiliki luas permukaan yang lebih kecil. Demikian juga, benda yang
bersuhu 2000 Kelvin, misalnya, memiliki laju perpindahan kalor sebesar 24
= 16 kali lebih besar dibandingkan dengan benda yang bersuhu 1000
Kelvin. Hasil ini ditemukan oleh om Josef Stefan pada tahun 1879 dan
diturunkan secara teoritis oleh om Ludwig Boltzmann sekitar 5 tahun
kemudian. Secara matematis bisa ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
Catatan :
Pertama, kalor merupakan energi yang berpindah. Lebih tepatnya kalor merupakan energi yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu.
Kedua, laju perpindahan kalor = jumlah kalor yang berpindah tempat selama selang waktu tertentu.
Ketiga, kata radiasi bisa berarti pancaran, demikian juga kata meradiasikan bisa berarti memancarkan. Kita menggunakan kata memancarkan karena kalor berpindah tempat menggunakan gelombang elektromagnetik (tidak pake perantara).
Keempat, kata memancarkan dan menyerap tuh artinya berbeda. Kalau memancarkan, berarti kalor ditendang keluar. Tapi kalau menyerap, berarti kalor disedot habis2an.
Kelima, kadang gurumuda pakai istilah perpindahan kalor, kadang pake istilah radiasi energi.
Kalor tuh energi yang berpindah. Si kalor bisa berpindah tempat dengan
cara radiasi. Karenanya, kita juga bisa menggunakan istilah radiasi
energi atau radiasi. Jangan pake bingung… Lanjut ya
Benda yang permukaannya berwarna gelap
(hitam pekat, seperti arang) memiliki emisivitas mendekati 1, sedangkan
benda yang berwarna terang memiliki emisivitas mendekati 0. Semakin
besar emisivitas suatu benda (e mendekati 1), semakin besar laju kalor
yang dipancarkan benda tersebut. Sebaliknya, semakin kecil emisivitas
suatu benda (e mendekati 0), semakin kecil laju kalor yang dipancarkan.
Kita bisa mengatakan bahwa benda yang berwarna gelap (warna hitam dkk)
biasanya memancarkan kalor yang lebih banyak dibandingkan dengan benda
yang berwarna terang (warna putih dkk).
Besarnya emisivitas tidak hanya menentukan
kemampuan suatu benda dalam memancarkan kalor tetapi juga kemampuan
suatu benda dalam menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda lain. Benda
yang memiliki emisivitas mendekati 1 (benda yang berwarna gelap)
menyerap hampir semua kalor yang dipancarkan padanya. Hanya sebagian
kecil saja yang dipantulkan. Sebaliknya, benda yang memiliki emisivitas
mendekati 0 (benda yang berwarna terang) menyerap sedikit kalor yang
dipancarkan padanya. Sebagian besar kalor dipantulkan oleh benda
tersebut.
Benda yang menyerap semua kalor yang
dipancarkan padanya memiliki emisivitas = 1. Benda jenis ini dikenal
dengan julukan benda hitam. Dinamakan benda hitam bukan berarti benda
tersebut berwarna hitam. Benda hitam sebenarnya merupakan sebuah benda
ideal saja. Btw, konsep benda hitam ideal ini penting karena laju
radiasi benda ini secara teoritis bisa dihitung. Mengenai benda hitam
akan kita oprek dalam pokok bahasan tersendiri.
Berdasarkan ulasan panjang pendek di atas,
bisa disimpulkan bahwa benda yang memiliki emisivitas mendekati 1
(benda yang nyaris hitam pekat) merupakan pemancar sekaligus sebagai
penyerap kalor yang baik. Sebaliknya, benda yang memiliki emisivitas
mendekati 0 (benda yang berwarna terang) merupakan pemancar dan penyerap
kalor yang buruk.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, setiap benda, apapun itu, selain memancarkan kalor, juga bisa menyerap kalor yang
dipancarkan oleh benda lain. Misalnya terdapat dua benda, sebut saja
benda 1 dan benda 2. Benda 1 berada di dekat benda 2. Benda 1
memancarkan kalor, benda 2 juga memancarkan kalor. Nah, selain
memancarkan kalor, benda 1 pasti menyerap kalor yang dipancarkan benda
2. Demikian juga sebaliknya, selain memancarkan kalor, benda 2 pasti
menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda 1. Karenanya untuk menghitung
laju total perpindahan kalor yang dipancarkan oleh
benda 1 atau benda 2, kita tidak bisa menggunakan persamaan om
Stefan-Boltzmann di atas. Persamaan di atas hanya bisa digunakan untuk
menentukan laju perpindahan kalor yang dipancarkan oleh sebuah benda
(dengan anggapan tidak ada benda lain yang berada di sekitar benda
tersebut). Jadi kita perlu mengoprek persamaan di atas untuk memperoleh
persamaan yang sesuai dengan kondisi ini. Untuk menurunkan persamaan
yang dimaksud, gurumuda tetap menggunakan ilustrasi benda 1 dan benda 2.
Misalnya benda 1 memiliki emisivitas e, suhu T1 dan luas permukaannya A. Laju perpindahan kalor yang dipancarkan oleh benda 1 sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak T1, emisivitas e dan luas permukaan A. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Agar
perpindahan kalor bisa terjadi maka harus terdapat perbedaan suhu.
Karenanya suhu benda 1 berbeda dengan suhu benda 2. Benda 2 memiliki
suhu T2. Laju kalor yang dipancarkan benda 2 sebanding dengan pangkat empat suhu T2.
Karena kalor yang dipancarkan benda 2 diserap oleh benda 1, maka laju
kalor yang diserap benda 1 juga sebanding dengan pangkat empat suhu T2.
Karena terdapat kalor yang dipancarkan dan
kalor yang diserap oleh benda 1, maka laju total kalor yang dipancarkan
oleh benda 1 adalah :
Ini
persamaan yang kita cari. Persamaan ini digunakan untuk menentukan laju
total kalor yang dipancarkan oleh sebuah benda. Yang dimaksudkan dengan
laju total kalor adalah selisih antara laju kalor yang pancarkan dan
laju kalor yang diserap.
Pemancaran dan penyerapan kalor dengan
cara radiasi akan terhenti jika kedua benda tersebut berada dalam
keseimbangan termal (suhu kedua benda sama). Jadi apabila T1 = T2, maka Q/t = 0.
Apabila kalor yang dipancarkan benda 1
lebih banyak daripada kalor yang diserapnya, maka suhu benda 1 menurun
sedangkan suhu benda 2 meningkat. Suhu benda 2 meningkat karena benda 2
menyerap kalor yang dipancarkan benda 1. Sebaliknya, jika kalor yang
diserap benda 1 lebih banyak daripada kalor yang dipancarkannya maka
suhu benda 1 meningkat sedangkan suhu benda 2 menurun.
Contoh soal 1 :
Sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang salah satu sisi kubus = 2 meter. Suhu benda = 100 oC dan emisivitas benda = 0,2. Tentukan laju kalor yang dipancarkan benda setiap detik…
Panduan Jawaban :
Suhu benda (T) = 100 oC + 273,15 = 373,15 K (suhu benda harus diubah ke dalam skala Kelvin)
Emisivitas (e) = 0,2 (emisivitas tidak punya satuan)
Luas benda (A) = sisi x sisi = 2 m x 2 m = 4 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Sekarang kita oprek laju aliran kalor yang dipancarkan benda
Watt = Joule/sekon = J/s (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
1 Watt = 1 Joule/sekon
879,5 Watt = 879,5 Joule/sekon
Benda memancarkan 879,5 Joule per detik.
Contoh soal 2 :
Seorang anak yang lagi bugil alias tidak berpakaian sedang berada dalam sebuah kamar. Luas permukaan tubuh anak tersebut = 2 m2, suhu kulitnya = 30 oC dan emisivitasnya = 0,8. Jika suhu kamar = 20 oC, berapakah laju kalor yang hilang setiap detik dari tubuh si anak ?
Panduan Jawaban :
Suhu anak (T1) = 30 oC + 273,15 = 303,15 K
Suhu kamar (T2) = 20 oC + 273,15 = 293,15 K
Emisivitas (e) = 0,8
Luas tubuh (A) = 2 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Ok, tancap gas….
96,16 Watt = 96,16 Joule/sekon
Laju kalor yang lenyap dari tubuh si anak adalah 96,16 Joule per detik.
Laju kalor yang dipancarkan matahari (Laju radiasi matahari)
Sejak pagi sampai sore, kita selalu
kebanjiran kalor dari matahari. Saking baik hatinya matahari, kalor yang
disumbangkan kepada kita kadang overdosis sehingga tubuh kita
kepanasan. Apalagi orang yang kulitnya agak hitam seperti gurumuda. Wah,
kalau siang rasanya dingin sekali… Ok, kembali ke laptop. Seperti
biasa, untuk menghitung laju perpindahan kalor dari matahari, tentu saja
kita membutuhkan bantuan rumus. Rumus lagi, rumus lagi…. pusink dah
Berdasarkan hasil perhitungan (sesuai
dengan kenyataan), ditemukan bahwa terdapat kalor sebesar 1350 Joule per
sekon per meter persegi yang mengungsi dari matahari menuju planet bumi
di mana dirimu dan diriku berada. Pada hari yang cerah (tidak ada
awan), terdapat kalor sebesar 1000 Joule per sekon per meter persegi
yang tiba dengan selamat di permukaan bumi. Pada hari yang tidak cerah
(banyak awannya), sekitar 70 % kalor diserap oleh atmosfir bumi. Rakus
juga ya si atmosfir… Jadi hanya 30 % kalor yang tiba dengan selamat di
permukaan bumi. Besarnya kalor yang lenyap di atmosfir bumi tergantung
pada banyak atau sedikitnya awan yang menggelayut manja di langit.
Jumlah kalor sebesar 1350 Joule per sekon per meter persegi dikenal dengan julukan konstanta matahari. Karena Joule per sekon (J/s) = Watt, maka kita bisa menulis kembali konstanta matahari menjadi 1350 Watt per meter persegi = 1350 W/m2
Ketika kalor yang dipancarkan oleh matahari tiba di permukaan bumi, kalor tersebut diserap oleh benda hidup
dan benda mati yang berada di permukaan bumi. Laju penyerapan kalor
bergantung pada emisivitas (e) benda tersebut, luas permukaan benda dan
sudut yang dibentuk oleh sinar matahari dengan garis yang tegak lurus
permukaan benda. Untuk memudahkan pemahamanmu, tataplah gambar di bawah
dengan penuh kelembutan.
Secara matematis, laju penyerapan kalor bisa ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
Pada siang hari, sinar matahari sejajar
atau berhimpit dengan garis yang tegak lurus permukaan bumi (Sudut yang
dibentuk = 0). Amati gambar di bawah…
Karena sudut yang dibentuk = 0o, maka laju penyerapan kalor adalah :
Laju penyerapan kalor (Q/t) bernilai
maksimum jika sudut yang dibentuk sinar matahari dengan garis yang tegak
lurus permukaan bumi = 0o (cos 0 = 1). Biasanya ini terjadi
pada siang hari, di mana matahari kesayangan kita tepat berada di atas
kepala. Jadi tidak perlu heran kalau siang hari rasanya panas sekali.
Pada pagi hari dan sore hari, sudut yang terbentuk mendekati 90o. Amati gambar di bawah…
Besar sudut yang mendekati 90o bisa saja 70o, 75o, 80o, 85o dll. Berdasarkan gambar di atas, sudut yang terbentuk sekitar 80o (Ini cuma perkiraan kasar saja). Seandainya sudut yang terbentuk adalah 80o, maka laju penyerapan kalor adalah :
Laju kalor (Q/t) pada pagi hari dan sore hari bernilai minimum karena cos teta mendekati nol. Semakin kecil cos teta,
semakin kecil laju penyerapan kalor (Q/t). Hal ini yang menjadi alasan
mengapa pada pagi hari atau sore hari kita tidak merasa panas.
Pada saat matahari terbenam di ufuk barat atau hendak terbit di ufuk timur, sudut yang terbentuk = 90o. Amati gambar di bawah…
Karena sudut yang dibentuk = 90o, maka laju penyerapan kalor adalah :
Laju penyerapan kalor (Q/t) pada saat
matahari terbenam di ufuk barat atau hendak terbit di ufuk timur = 0.
Jadi tidak ada kalor yang disedot. Ya iyalah, sinar matahari saja tidak
ada. Mau disedot apanya…. Pada siang hari matahari baik hati sekali ya,
tapi kalau menjelang malam matahari berubah menjadi sangat pelit Kayanya perlu dikasih pelajaran tuh
Penerapan radiasi
Salah satu penerapan perpindahan kalor
dengan cara radiasi adalah termografi. Alatnya dinamakan termograf.
Termograf biasa digunakan untuk mendeteksi tumor, kanker dkk. Jalan
ceritanya seperti ini… Biasanya proses metabolisme pada bagian tubuh
yang ada tumor atau kanker cukup tinggi. Karenanya suhu bagian tubuh
tersebut lebih tinggi. Ingat ya, semakin tinggi suhu, semakin banyak
kalor yang dipancarkan alias diradiasikan. Nah, tugas si termograf
adalah menscan alias mengukur besarnya kalor yang diradiasikan oleh
semua bagian tubuh. Bagian tubuh yang memancarkan kalor paling banyak
tentu saja pantas dicurigai… Selanjutnya harus dimata-matai, jika sangat
membahayakan sebaiknya dipotong
Konsep2nya sudah gurumuda jelaskan.
Keanehan yang diulas pada bagian pengantar dijawab sendiri ya… Masukan
saja melalui kolom komentar. Nanti baru kita bahas bareng2. Jika ada
salah kata, salah mata atau salah malah, sehingga dirimu bingung 7
keliling, mohon jangan dimaafkan ya. Tanyakan saja melalui kolom
komentar.
Konveksi
Pengantar
Dirimu pernah bermain ke pantai-kah ?
Sayang kalau belum. Coba main ke pantai kalau ada waktu. Sekali2 perlu
rekreasi, apalagi tiap hari sumpek dengan kehidupan di kota yang hiruk
pikuk dan bikin sebel. Udaranya sudah panas, asap kendaraan bertebaran
di mana-mana, suara bising lagi bikin kuping juga ikut2an bising
Sambil memandang gulungan gelombang laut
yang bergerak perlahan-lahan menuju ke tepi pantai, hembusan angin
sepoi-sepoi bikin tubuh terasa segar. Belum lagi pemandangan sunset di
sore hari… Apalagi sedang berduaan sama pacar kesayangan… wah, asyik
sekali. Hidup serasa milik berdua
Banyak sekali konsep fisika yang bisa
dipelajari ketika kita berada di tepi pantai. Salah satunya adalah
hembusan angin laut di siang hari dan angin darat di malam hari.
Hembusan angin laut di siang hari yang cukup panas membuat kita merasa
sangat nyaman. Maunya bikin rumah saja di tepi pantai, biar kalau ada
tsunami bisa stress…. hiks2…. Btw, mengapa selalu ada angin di tepi
pantai ya ?
KONVEKSI
Selain berpindah tempat dengan cara
konduksi, kalor juga bisa mengungsi dari satu tempat ke tempat lain
dengan cara konveksi. Konveksi tuh proses berpindahnya kalor akibat
adanya perpindahan molekul-molekul suatu benda. Ingat ya, biasanya kalor
berpindah dari tempat yang bersuhu tinggi menuju tempat yang bersuhu
rendah. Nah, jika terdapat perbedaan suhu maka molekul2 yang memiliki
suhu yang lebih tinggi mengungsi ke tempat yang bersuhu rendah. Posisi
molekul tersebut digantikan oleh molekul lain yang bersuhu rendah. Jika
suhu molekul ini meningkat, maka ia pun ikut2an mengungsi ke tempat yang
bersuhu rendah. Posisinya digantikan oleh temannya yang bersuhu rendah.
Demikian seterusnya…
Perlu diketahui bahwa benda yang dimaksudkan di sini adalah zat cair atau zat gas. Walaupun merupakan penghantar kalor (konduktor termal) yang buruk, zat cair dan zat gas bisa memindahkan kalor dengan cepat menggunakan cara konveksi. Contoh zat cair adalah air, minyak goreng, oli dkk. Contoh zat gas adalah udara…
Untuk membantumu memahami perpindahan kalor dengan cara konveksi, gurumuda menggunakan contoh saja…
Proses pemanasan air
Tataplah gambar di bawah dengan penuh
kelembutan. Air yang berada di dalam wadah dipanaskan dengan nyala api
yang berasal dari kompor.
Ketika kita memanaskan air menggunakan
kompor, kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju dasar
wadah (suhu lebih rendah). Karena mendapat tambahan kalor, maka suhu
dasar wadah meningkat. Ingat ya, yang bersentuhan dengan nyala api
adalah bagian luar dasar wadah. Karena terdapat perbedaan suhu, maka
kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar wadah (yang bersentuhan dengan air). Suhu bagian dalam dasar wadah
pun meningkat. Karena air yang berada di permukaan wadah memiliki suhu
yang lebih kecil, maka kalor mengalir dari dasar wadah (suhu lebih
tinggi) menuju air (suhu lebih rendah). Perlu diketahui bahwa
perpindahan kalor pada wadah terjadi secara konduksi. Perpindahan kalor
dari dasar wadah menuju air yang berada di permukaannya juga terjadi
secara konduksi.
Adanya tambahan kalor membuat air yang
menempel dengan dasar wadah mengalami peningkatan suhu. Akibatnya air
tersebut memuai. Ketika memuai, volume air bertambah. Karena volume air
bertambah maka massa jenis air berkurang. Kalau bingung, ingat lagi
persamaan massa jenis alias kerapatan (massa jenis = massa / volume).
Massa air yang memuai tidak berubah, yang berubah hanya volumeya saja.
Karena volume air bertambah, maka massa jenisnya berkurang. Berkurangnya
massa jenis air menyebabkan si air bergerak ke atas (kita bisa
mengatakan air tersebut mengapung). Mirip seperti gabus atau kayu kering
yang terapung jika dimasukan ke dalam air. Gabus atau kayu kering bisa
terapung karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis air.
Karena bergerak ke atas maka posisi air
tadi digantikan oleh temannya yang berada di sebelah atas. Kali ini
temannya yang menempel dengan dasar wadah. Karena terdapat perbedaan
suhu, maka kalor mengalir dari dasar wadah menuju temannya. Temannya
ikut2an kepanasan juga (suhu meningkat) sehingga massa jenisnya
berkurang. Karena massa jenisnya berkurang maka ia bergerak ke atas.
Posisinya digantikan oleh temannya yang berada di sebelah atas. Demikian
seterusnya sampai semua air yang berada dalam wadah mendapat jatah
kalor. Ingat ya, air yang memiliki suhu yang tinggi tidak langsung
meluncur tegak lurus ke atas tetapi berputar seperti yang ditunjukkan
pada gambar. Hal ini disebabkan karena temannya yang berada tepat di
atasnya memiliki massa jenis yang lebih besar.
Perpindahan kalor pada proses pemanasan air merupakan salah satu contoh perpindahan kalor secara konveksi.
Catatan :
Pertama, proses perpindahan kalor
dengan cara konveksi hanya terjadi dalam air. Perpindahan kalor dari
dasar wadah menuju air terjadi secara konduksi.
Kedua, seandainya nyala api
bersentuhan dengan wadah, maka kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih
tinggi) menuju wadah (suhu lebih rendah) dengan cara konduksi.
Sebaliknya, jika nyala api tidak bersentuhan dengan wadah maka kalor
mengalir dari nyala api menuju wadah dengan cara radiasi. Mengenai
radiasi akan dibahas kemudian.
Ketiga, Jika nyala api cukup
besar maka kalor tidak hanya mengalir dari nyala api menuju dasar wadah
tetapi juga menuju dinding wadah. Perpindahan kalor bisa terjadi dengan
cara konduksi (apabila nyala api bersentuhan dengan dinding wadah) atau
perpindahan kalor bisa terjadi dengan cara radiasi (apabila nyala api
tidak bersentuhan dengan dinding wadah).
Keempat, proses pemanasan air
menggunakan pemanas listrik juga mirip dengan kasus di atas. Elemen
pemanas memiliki suhu yang lebih tinggi sedangkan air yang berada di
sekitarnya memiliki suhu yang lebih rendah. Karena terdapat perbedaan
suhu, maka kalor mengalir dari elemen pemanas menuju air yang menempel
dengannya. Perpindahan kalor dari elemen pemanas menuju air terjadi
secara konduksi. Sebaliknya, proses perpindahan kalor dalam air terjadi
secara konveksi.
Contoh lain dari perpindahan kalor secara konveksi adalah proses terjadinya angin laut dan angin darat
Angin laut
Tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan.
Kalor
jenis daratan (zat padat) lebih kecil daripada kalor jenis air laut
(zat cair). Akibatnya ketika dipanaskan oleh cahaya matahari pada siang
hari, kenaikan suhu daratan lebih besar daripada kenaikan suhu air laut.
Kalau bingung baca lagi pembahasan gurumuda mengenai kalor, kalor jenis
dan kalor laten. Jadi walaupun mendapat jatah kalor yang sama dari
matahari, daratan lebih cepat panas (suhu lebih tinggi) daripada air
laut (suhu air laut lebih rendah).
Daratan yang sudah kepanasan tadi
memanaskan udara yang berada tepat di atasnya sehingga suhu udara pun
meningkat. Karena mengalami peningkatan suhu maka udara memuai. Ketika
memuai, volumenya bertambah. Akibatnya massa jenis udara berkurang.
Karena massa jenis udara berkurang, maka udara tersebut bergerak ke atas
(1). Posisi udara yang bergerak ke atas tadi digantikan oleh udara yang
berada di atas permukaan laut. Hal ini disebabkan karena massa jenis
udara yang berada di atas permukaan laut lebih besar. Ketika bergerak ke
darat, posisi udara tadi digantikan oleh temannya yang berada tepat di
atasnya (2)
Sampai pada ketinggian tertentu, udara
panas yang bergerak ke atas mengalami penurunan suhu. Ingat ya, ketika
suhu udara menurun, volume udara juga berkurang. Berkurangnya volume
udara menyebabkan massa jenis udara bertambah. Akibatnya, udara yang
sudah mendingin tadi meluncur ke bawah untuk menggantikan posisi udara
yang kabur dari permukaan laut (3). Proses ini terjadi terus menerus
sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana yang ditunjukkan pada
gambar di atas. Dirimu menyebutnya dengan julukan angin laut. Di sebut
angin laut karena udara yang berada di atas permukaan air laut melakukan
pengungsian massal menuju darat. Angin laut hanya terjadi pada siang
hari… Kalau malam hari kasusnya sudah berbeda.
Angin darat
Ketika
malam tiba, daratan lebih cepat dingin daripada air laut. Dengan kata
lain, pada malam hari, suhu daratan lebih rendah daripada suhu air laut.
Hal ini disebabkan karena kalor jenis daratan (zat padat) lebih kecil
daripada kalor jenis air laut (zat cair). Walaupun jumlah kalor yang
dilepaskan oleh daratan dan air laut sama, tetapi karena kalor jenis
daratan lebih kecil daripada kalor jenis air laut, maka penurunan suhu
yang dialami oleh daratan lebih besar daripada air laut. Ingat saja
rumus Q = (m)(c)(deltaT). Jika bingung berlanjut silahkan pelajari
kembali pokok bahasan kalor, kalor jenis dan kalor laten.
Air laut yang memiliki suhu lebih tinggi
menghangatkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang
berada di atas permukaan laut meningkat. Peningkatan suhu udara
menyebabkan massa jenis udara berkurang sehingga udara bergerak ke atas
(1)
Daratan yang memiliki suhu lebih rendah
mendinginkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang
berada di atas daratan menurun. Penurunan suhu udara menyebabkan massa
jenis udara bertambah. Udara yang berada di atas daratan segera meluncur
ke laut (2)
Sampai pada ketinggian tertentu, udara
yang bergerak ke atas mendingin (suhunya menurun). Penurunan suhu
menyebabkan massa jenis udara bertambah. Si udara pun meluncur ke bawah,
menggantikan posisi udara yang meluncur ke laut tadi (3). Proses ini
terjadi terus menerus sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana
yang ditunjukkan pada gambar di atas. Dirimu menyebutnya dengan julukan
angin darat. Di sebut angin darat karena udara yang berada di daratan
melakukan pengungsian massal menuju laut. Angin darat hanya terjadi pada
malam hari…..
Catatan :
Pertama, meningkatnya suhu
daratan dan lautan yang terjadi pada siang hari merupakan korban dari
perpindahan kalor secara radiasi (Daratan dan air laut mendapat
sumbangan kalor dari matahari). Mengenai radiasi akan dibahas kemudian.
Kedua, perpindahan kalor dari
daratan atau air laut menuju udara yang berada di atasnya terjadi secara
konduksi. Perpindahan kalor secara konveksi hanya terjadi pada udara
saja.
Ketiga, angin adalah udara yang
bergerak. Berdasarkan kasus angin darat dan angin laut di atas, kita
bisa menyimpulkan bahwa terjadinya angin disebabkan karena adanya
perbedaan suhu udara. Jadi angin sebenarnya merupakan korban
dari proses perpindahan kalor secara konveksi. Coba bayangkan, apa yang
terjadi jika perbedaan suhu udara sangat tinggi ? Badai pun datang
melanda, membuat atap rumah ikut2an kabur bersama angin.
Cerobong Asap
Pernah lihat cerobong asap ? yang tinggal
di kota pasti pernah lihat cerobong asap pabrik… mengapa asap bisa
bergerak naik melalui cerobong ? emang dari sono-nya dah begitu kok… yee… anak SD juga bisa jawab kayak gini
Asap hasil pembakaran memiliki suhu tinggi. Karena suhunya tinggi, maka
asap tersebut memuai. Ketika memuai, volume asap bertambah (massa asap
tidak berubah, yang berubah hanya volumenya saja). Bertambahnya volume
asap membuat massa jenisnya berkurang. Akibatnya si asap pun meluncur ke
atas….
Mengapa asap hasil pembakaran cenderung bergerak ke atas ?
Kasusnya mirip dengan asap pabrik yang meluncur melalui cerobong asap…
Contoh yang lain dipikirkan sendiri ya…
Jalan ceritanya sama saja seperti yang telah gurumuda jelaskan panjang
lebar di atas. Btw, contoh yang telah gurumuda ulas di atas merupakan
proses perpindahan kalor dengan cara konveksi yang terjadi secara alami.
Ada juga konveksi yang dipaksakan. mmm… apa ya… Oya, kalau punya
persoalan berkaitan dengan perpindahan kalor secara konveksi, baik yang
terjadi secara alami maupun dipaksakan, silahkan masukan melalui kolom
komentar. Nanti baru gurumuda bahas…. Dah ngantuk, pingin tidur
Konduksi
Pengantar
Jika kita perhatikan pengendara sepeda
motor di jalan raya, biasanya kebanyakan dari antara mereka menggunakan
jaket atau sweater. Kayanya bukan cuma mereka… Kita juga biasa
menggunakan jaket jika hendak kebut2an di jalan, terutama perjalanan
yang ditempuh cukup jauh. Tuh tujuannya untuk apa ya ? Omong soal jaket,
ketika udara cukup dingin kita juga biasa menggunakan jaket, kaki harus
dibungkus dengan kaos kaki segala, tidur pun harus ditemani selimut
yang bisa bikin sesak napas… mengapa harus demikian-kah ?
Btw, katanya kalau kita tidur di lantai
ubin atau lantai keramik tanpa menggunakan kasur atau selimut, katanya
bisa cepat sakit. Apa hubungannya ya… Dirimu bingung-kah ? biasa saja
tuh… Met belajar ya…. Baca saja sampai selesai maka dirimu akan mendapat pencerahan
Orang bilang banyak jalan menuju roma,
banyak jalan juga si kalor berpindah. Untuk mengungsi dari satu tempat
ke tempat lain, kalor biasanya menggunakan 3 cara, antara lain :
merayap, berlari dan terbang Cuma canda… Terdapat 3 jenis perpindahan kalor, yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Istilah apa lagi ini…
Kali ini kita akan membahas perpindahan kalor dengan cara konduksi.
Perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi akan dibahas pada episode
berikut…
Perpindahan Kalor dengan cara Konduksi
Sebelum melangkah lebih dekat, mari kita
lakukan percobaan kecil2an. Siapkan sebuah lilin dan sepotong kawat.
Tarik napas 100 kali lalu nyalakan lilin tersebut. Pegang salah satu
ujung logam lalu sentuhkan ujung logam yang lain ke nyala api. Tunggu
selama beberapa saat. Tanganmu kepanasan-kah ? hiks2… mengapa tangan
bisa terasa panas ?
Ketika salah satu bagian logam bersentuhan
dengan nyala lilin atau nyala api, secara otomatis kalor mengalir dari
nyala lilin (suhu tinggi) menuju bagian logam tersebut (suhu rendah).
Walaupun hanya salah satu bagian logam yang bersentuhan dengan nyala
api, semua bagian logam tersebut akan kepanasan juga. Tanganmu bisa
terasa panas, karena kalor mengalir dari logam (suhu tinggi) menuju
tanganmu (suhu rendah). Kalor tuh energi yang berpindah. Kita
bisa mengatakan bahwa ketika salah satu bagian benda yang bersuhu tinggi
bersentuhan dengan benda yang bersuhu rendah, energi berpindah dari
benda yang bersuhu tinggi menuju bagian benda yang bersuhu rendah.
Nah, karena mendapat tambahan energi maka
molekul2 penyusun benda bergerak semakin cepat. Molekul lain yang berada
di sebelahnya bergerak lebih lambat karena molekul tersebut tidak
bersentuhan langsung dengan benda yang bersuhu tinggi. Ketika bergerak,
molekul tersebut memiliki energi kinetik (EK = ½ mv2).
Molekul2 yang bergerak lebih cepat (energi kinetiknya lebih besar)
menumbuk temannya yang ada di sebelah. Karena ditumbuk alias ditabrak
oleh temannya, maka molekul2 yang pada mulanya bergerak lambat ikut2an
bergerak lebih cepat. Ingat ya, pada mulanya si molekul bergerak lambat
(v kecil) sehingga energinya juga kecil (EK = ½ mv2). Setelah
bergerak lebih cepat (v besar), energi kinetiknya bertambah. Si molekul
tadi menumbuk lagi temannya yang ada di sebelah… temannya yang lagi
pacaran pun ikut2an bergerak lebih cepat. Karena v besar, energinya pun
bertambah. Demikian seterusnya… mereka saling tumbuk menumbuk, sambil
berbagi energi.
Ketika benda yang memiliki perbedaan suhu
saling bersentuhan, terdapat sejumlah kalor yang mengalir dari benda
atau tempat yang bersuhu tinggi menuju benda atau tempat yang bersuhu
rendah. Ketika mengalir, kalor juga membutuhkan selang waktu tertentu.
Perlu diketahui bahwa setiap benda (khususnya benda padat) yang dilewati
kalor pasti mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. Ada benda padat
yang panjang, ada juga benda padat yang pendek. Ada yang gemuk (luas
penampangnya besar), ada juga yang kurus (luas penampangnya kecil).
Untuk mengetahui secara pasti hubungan antara jumlah kalor yang mengalir
melalui suatu benda selama selang waktu tertentu akibat adanya
perbedaan suhu, maka kita perlu menurunkan persamaan. Rumus lagi… rumus
lagi
Amati gambar di bawah…
Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih tinggi (T1) sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki suhu yang lebih rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu (T1 - T2),
kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu
rendah (arah aliran kalor ke kanan). Benda yang dilewati kalor memiliki
luas penampang (A) dan panjang (l).
Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kalor
yang mengalir selama selang waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan
perbedaan suhu (T1 – T2), luas penampang (A),
sifat suatu benda (k = konduktivitas termal) dan berbanding terbalik
dengan panjang benda. Secara matematis bisa ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
Q = Kalor (satuannya kilokalori (k) atau Joule (J) )
t = Waktu (satuannya sekon (s) )
Q/t = Laju aliran kalor (satuannya kilokalori per sekon (kkal/s) atau Joule/sekon (J/s). 1 J/s = 1 watt )
A = Luas penampang benda (Satuannya meter kuadrat (m2) )
T1 – T2 = Perbedaan suhu (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
T1 = Suhu alias Temperatur tinggi (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
T2 = Suhu alias Temperatur rendah (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
l = Panjang benda (satuannya meter (m) )
T1 - T2 / l = Gradien suhu (satuannya Kelvin per meter (K/m) atau derajat celcius per meter (oC/m) )
k = Konduktivitas termal benda
Persamaan konduktivitas termal
Kita oprek persamaan laju aliran kalor di atas untuk memperoleh persamaan konduktivitas termal…
Satuan konduktivitas termal
Kita bisa menurunkan satuan konduktivitas termal dengan mengoprek persamaan konduktivitas termal :
Catatan :
Pertama, skala celcius dan skala Kelvin mempunyai interval yang sama. Karenanya selain menggunakan Co,
kita juga bisa menggunakan K. Mengenai hal ini sudah gurumuda jelaskan
pada pokok bahasan Termometer dan Skala suhu (bagian terakhir).
Kedua, kkal bisa diubah menjadi
Joule menggunakan tara kalor mekanik (sudah dijelaskan pada pokok
bahasan Kalor, Kalor Jenis dan Kalor laten).
Ketiga, satuan konduktivitas termal (k) bisa juga ditulis seperti ini :
Joule/sekon = J/s = Watt (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
Berikut ini nilai konduktivitas termal beberapa benda yang diperoleh melalui percobaan.
Jenis benda | Konduktivitas Termal (k) | |
J/m.s.Co | Kkal/m.s.Co | |
Perak | 420 | 1000 x 10-4 |
Tembaga | 380 | 920 x 10-4 |
Aluminium | 200 | 500 x 10-4 |
Baja | 40 | 110 x 10-4 |
Es | 2 | 5 x 10-4 |
Kaca (biasa) | 0,84 | 2 x 10-4 |
Bata | 0,84 | 2 x 10-4 |
Air | 0,56 | 1,4 x 10-4 |
Tubuh manusia | 0,2 | 0,5 x 10-4 |
Kayu | 0,08 – 0,16 | 0,2 x 10-4 – 0,4 x 10-4 |
Gabus | 0,042 | 0,1 x 10-4 |
Wol | 0,040 | 0,1 x 10-4 |
Busa | 0,024 | 0,06 x 10-4 |
Udara | 0,023 | 0,055 x 10-4 |
Benda yang memiliki konduktivitas termal
(k) besar merupakan penghantar kalor yang baik (konduktor termal yang
baik). Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil
merupakan merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang
buruk).
Tahanan Termal (R)
Para insinyur biasanya menggunakan konsep tahanan termal (R = resistansi termal) untuk
menyatakan kemampuan suatu bahan dalam menghambat aliran kalor. Tahanan
termal merupakan perbandingan antara ketebalan suatu bahan dengan
konduktivitas termal bahan tersebut. Secara matematis bisa dirumuskan
sebagai berikut :
Keterangan :
R = tahanan alias hambatan termal
l = ketebalan bahan
k = konduktivitas termal
Tambahan :
Pada umumnya zat padat merupakan konduktor
termal yang baik, sedangkan zat cair dan zat gas merupakan konduktor
termal yang buruk. Konduktor termal = penghantar panas alias kalor. Zat
cair dan zat gas bisa disebut juga sebagai isolator termal terbaik.
Isolator termal = penghambat panas alias kalor.
Penerapan Konduksi dalam kehidupan sehari-hari
Mengapa ubin terasa lebih sejuk daripada karpet ?
Ubin memiliki konduktivitas termal yang
lebih besar daripada karpet. Karenanya ubin merupakan penghantar kalor
yang bagus, sedangkan temannya si karpet merupakan pernghantar kalor
yang buruk. Ketika kita menginjak karpet, kalor mengalir dari kaki
menuju karpet. Hal ini terjadi karena suhu tubuh kita lebih tinggi dari
suhu karpet. Karena si karpet merupakan penghantar kalor yang buruk maka
kalor alias panas yang mengalir dari kaki kita menumpuk di permukaan
karpet. Akibatnya permukaan karpet menjadi lebih hangat. Kaki mu pun
ikut2an terasa hangat…
Ketika kita menginjak ubin atau keramik,
kalor mengalir dari kaki menuju si ubin atau keramik. Karena si ubin
merupakan penghantar kalor yang baik maka kalor alias panas yang
mengalir dari kaki kita tidak tertahan di permukaan ubin. Kalor mengalir
dengan lancar sehingga kaki kita terasa dingin…
Kalau rumahmu ada di malang atau bandung
(daerah dingin), sebaiknya alasi lantai kamarmu dengan karpet biar
kakimu tidak kedinginan. Sebaliknya, kalau rumahmu ada di jakarta,
surabaya, yogya, dkk (daerah panas), sebaiknya jangan alasi lantai
kamarmu dengan karpet… Bukan kesejukan yang dirimu rasakan, tapi malah
bikin bete.
Ada orang yang bilang, kalau kita tidur di
atas ubin (tanpa alas), kita bisa sakit. Sebenarnya hal itu disebabkan
karena banyak kalor alias panas dari tubuhmu yang mengalir menuju ubin. Kalor tuh energi yang berpindah.
Ketika tubuhmu kehilangan banyak kalor, maka energi dalam tubuhmu
berkurang… Ini yang bikin dirimu cepat sakit. Siangnya sudah makan yang
enak2 dan bergizi, malamnya dirimu membuang percuma si energi yang
diperoleh dari makanan. Mending pakai saja untuk pacaran
Fungsi jendela dan pintu apa sich ?
Pada malam hari, suhu udara di luar rumah
lebih rendah daripada suhu udara dalam rumah. Adanya perbedaan suhu
udara ini bisa menyebabkan kalor kabur keluar rumah. Karenanya, biasanya
pada malam hari kita menutup pintu atau jendela. Selain bertujuan
menghalau maling yang mau menggarap harta kekayaan pemilik rumah, salah
satu fungsi jendela atau pintu adalah menahan kalor agar tidak kabur
dari dalam rumah. Biasanya pintu atau jendela terbuat dari kayu.
Konduktivitas termal kayu cukup kecil sehingga bisa berperan sebagai
isolator. Fungsi lain dari jendela atau pintu adalah menahan udara.
Udara yang terperangkap pada sisi dalam jendela atau pintu berfungsi
sebagai isolator yang baik (penghambat kalor yang hendak kabur). Biar
paham, perhatikan tabel di atas. Konduktivitas termal udara sangat
kecil. Semakin kecil konduktivitas termal suatu benda, semakin sulit si
kalor mengungsi melalui benda tersebut.
Pada malam hari yang dingin sebaiknya
jangan suka buka pintu atau jendela kamar. Ingat ya, tanpa diperintah si
kalor dengan sendirinya kabur dari benda (atau tempat) yang bersuhu
tinggi menuju benda (atau tempat) yang bersuhu rendah. Kalau pintu
rumahmu tidak ditutup, nanti kalor mengalir semaunya menuju luar rumah
yang memiliki suhu yang lebih rendah. Semakin banyak kalor yang kabur
dari dalam rumah atau kamar, suhu udara dalam kamar menjadi rendah.
Karena terdapat perbedaan suhu antara udara dalam kamar dengan tubuhmu,
maka kalor akan kabur dari dalam tubuhmu menuju udara. Semakin banyak
kalor yang kabur, semakin banyak energi yang terbuang percuma. Nanti
dirimu bisa sakit karena tubuh kekurangan energi…. Kecuali kalau dirimu
pakai jaket, selimut dkk….
Fungsi pakaian tuh apa sich ?
Selain mempertahankan status kita sebagai
manusia normal, pakaian juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh kita
agar tetap stabil. Pakaian yang kita gunakan biasanya disesuaikan dengan
suhu udara. Ketika suhu udara cukup rendah, pakaian yang kita gunakan
lebih tebal. Selimut atau pakaian yang tebal (jaket dkk) membuat udara
tidak bisa bergerak dengan lancar. Udara terperangkap di antara kulit
dan jaket/selimut. Karena terdapat perbedaan suhu antara tubuh kita dan
udara yang terperangkap, maka kalor mengalir dari tubuh menuju udara
tersebut. Karena mendapat sumbangan kalor dari tubuh, suhu udara yang
terperangkap meningkat (udara menjadi lebih hangat). Perhatikan tabel
konduktivitas termal di atas…. Nilai konduktivitas termal (kemampuan
menghantar kalor) udara sangat kecil. Karenanya, kalor tidak bisa kabur
keluar dari tubuh. Suhu tubuh kita pun tetap terjaga… Apabila kita tidak
menggunakan jaket pada saat udara cukup dingin, kalor bisa seenaknya
kabur dari tubuh kita. Semakin banyak kalor yang kabur maka tubuh bisa
kehilangan banyak energi…
Mengapa kebanyakan orang yang mengendarai sepeda motor biasanya menggunakan jaket ?
Tujuannya cuma satu : mencegah agar kalor
tidak kabur dari dalam tubuh. Ketika kita mengendarai sepeda motor,
tubuh kita bergerak. Udara juga ikut2an bergerak (udara yang bergerak =
angin). Adanya angin membuat udara yang panas digantikan oleh udara yang
lebih dingin. Akibatnya akan ada perbedaan suhu antara tubuh (suhu
lebih tinggi) dengan udara (suhu lebih rendah). Jika kita tidak
menggunakan jaket, maka kalor dengan seenaknya kabur dari tubuh…
Kasusnya mirip dengan penjelasan sebelumnya…