Minggu, 09 September 2012

radiasi konveksi dan konduksi ( fisika )



Radiasi

Pengantar
Pernah mengenakan pakaian berwarna hitam di siang hari yang panas ? Kalau belum, silahkan mencoba… Kalau tidak punya pakaian berwarna hitam, pinjam saja punya tetangga ;) Bilang saja buat percobaan fisika, pasti tidak diberi. hehe… Biar keren, kali ini dirimu tampil penuh percaya diri dengan setelan hitam-hitam. Rasanya bagaimanakah ? wah, mau mati saja rasanya… Sudah bikin gerah, dikirain penampakan lagi. Hiks2… Aneh ya, masa cuma pakai pakaian berwarna hitam tubuh bisa kepanasan. Apa hubungannya ya…
Btw, biasanya pagi hari atau sore hari rasanya tidak terlalu panas. Tapi kalau siang hari rasanya panas sekali… Kata ibu, waktu eyang butut masih hidup memang sudah begitu… Esok kalau harga bbm naik lagi mungkin berubah kali :) Mengapa ya, siang hari kok lebih panas daripada pagi hari atau sore hari… Terus Amerika, eropa, dkk tuh katanya punya 4 musim. Ada musim panas, musim dingin, musim semi, musim gugur. Kalau di Indonesia malah banyak musim. Ada musim kemarau, musim hujan, musim banjir, musim demam berdarah, musim karet, musim duren, musim mangga dkk. Mengapa orang bule punya musim panas, musim dingin segala… Kayanya tidak adil ya. Seharusnya Indonesia juga punya musim dingin, biar semuanya pada kedinginan. Oya, nyaris lupa… Mengapa di kutub utara dan selatan suhunya sangat dingin sampai semuanya pada membeku ?
Perpindahan kalor dengan cara Radiasi
Selain berpindah dari tempat yang memiliki suhu lebih tinggi menuju tempat yang memiliki suhu lebih rendah dengan cara konduksi dan konveksi, kalor juga bisa berpindah tempat dengan cara radiasi. Bedanya, perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi membutuhkan medium. Sebaliknya, perpindahan kalor dengan cara radiasi tidak membutuhkan medium. Dirimu jangan pake bingung dengan istilah medium. Yang dimaksudkan dengan medium adalah benda-benda yang berfungsi sebagai penghantar kalor. Penghantar kalor yang baik menggunakan cara konduksi adalah zat padat. Sedangkan penghantar kalor yang baik menggunakan cara konveksi adalah zat cair dan zat gas. Nah, perpindahan kalor dengan cara radiasi tidak menggunakan penghantar. Kok bisa ya ?…. yupz
Radiasi sebenarnya merupakan perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik, seperti cahaya tampak (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu dll), infra merah dan ultraviolet alias ultra ungu. Mengenai gelombang elektromagnetik akan kita kupas tuntas dalam pokok bahasan tersendiri.
Salah satu contoh perpindahan kalor dengan cara radiasi adalah perpindahan kalor dari matahari menuju bumi. Matahari memiliki suhu lebih tinggi (sekitar 6000 K), sedangkan bumi memiliki suhu yang lebih rendah. Karena terdapat perbedaan suhu antara matahari dan bumi, maka secara otomatis kalor mengungsi dari matahari (suhu lebih tinggi) menuju bumi (suhu lebih rendah). Seandainya perpindahan kalor dari matahari menuju bumi memerlukan perantara alias medium, maka kalor tidak mungkin tiba di bumi. Persoalannya si kalor harus melewati ruang hampa (atau hampir hampa alias kosong melompong). Jika tidak ada sumbangan kalor dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan pernah ada. Ingat ya, kalor tuh energi yang berpindah. Kehidupan kita di planet bumi sangat bergantung pada energi yang disumbangkan oleh matahari. Nah, energi bisa berpindah dari matahari ke bumi dalam bentuk kalor alias panas.
Contoh lain dari perpindahan kalor dengan cara radiasi adalah panas yang dirasakan ketika kita berada di dekat nyala api. Panas yang kita rasakan bukan disebabkan oleh udara yang kepanasan akibat adanya nyala api. Seperti yang telah gurumuda jelaskan pada pokok bahasan konveksi, biasanya udara yang kepanasan memuai sehingga massa jenisnya berkurang. Akibatnya, udara yang massa jenisnya berkurang tadi meluncur ke atas, tidak meluncur ke arah kita. Mirip seperti asap yang keluar lewat cerobong. Kita bisa merasa hangat atau kepanasan ketika berada di dekat nyala api karena kalor berpindah dengan cara radiasi dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju tubuh kita (suhu lebih rendah). Dengan kata lain, kita bisa merasa hangat atau kepanasan karena adanya energi yang berpindah dengan cara radiasi dari nyala api menuju tubuh.
Perpindahan kalor dengan cara radiasi sedikit berbeda dibandingkan dengan perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi dan konveksi terjadi ketika benda-benda yang memiliki perbedaan suhu saling bersentuhan. Sebaliknya, perpindahan kalor dengan cara radiasi bisa terjadi tanpa adanya sentuhan. Matahari dan bumi tidak saling bersentuhan, tetapi kalor bisa mengungsi dari matahari menuju bumi. Demikian juga nyala api dan tubuh kita tidak saling bersentuhan, tetapi tubuh bisa kepanasan kalau kita berdiri di dekat nyala api.
Laju perpindahan kalor dengan cara radiasi
Laju perpindahan kalor dengan cara radiasi ditemukan sebanding dengan luas benda dan pangkat empat suhu mutlak (Skala Kelvin) benda tersebut. Benda yang memiliki luas permukaan yang lebih besar memiliki laju perpindahan kalor yang lebih besar dibandingkan dengan benda yang memiliki luas permukaan yang lebih kecil. Demikian juga, benda yang bersuhu 2000 Kelvin, misalnya, memiliki laju perpindahan kalor sebesar 24 = 16 kali lebih besar dibandingkan dengan benda yang bersuhu 1000 Kelvin. Hasil ini ditemukan oleh om Josef Stefan pada tahun 1879 dan diturunkan secara teoritis oleh om Ludwig Boltzmann sekitar 5 tahun kemudian. Secara matematis bisa ditulis sebagai berikut :

Keterangan :

Catatan :
Pertama, kalor merupakan energi yang berpindah. Lebih tepatnya kalor merupakan energi yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu.
Kedua, laju perpindahan kalor = jumlah kalor yang berpindah tempat selama selang waktu tertentu.
Ketiga, kata radiasi bisa berarti pancaran, demikian juga kata meradiasikan bisa berarti memancarkan. Kita menggunakan kata memancarkan karena kalor berpindah tempat menggunakan gelombang elektromagnetik (tidak pake perantara).
Keempat, kata memancarkan dan menyerap tuh artinya berbeda. Kalau memancarkan, berarti kalor ditendang keluar. Tapi kalau menyerap, berarti kalor disedot habis2an.
Kelima, kadang gurumuda pakai istilah perpindahan kalor, kadang pake istilah radiasi energi. Kalor tuh energi yang berpindah. Si kalor bisa berpindah tempat dengan cara radiasi. Karenanya, kita juga bisa menggunakan istilah radiasi energi atau radiasi. Jangan pake bingung… Lanjut ya
Benda yang permukaannya berwarna gelap (hitam pekat, seperti arang) memiliki emisivitas mendekati 1, sedangkan benda yang berwarna terang memiliki emisivitas mendekati 0. Semakin besar emisivitas suatu benda (e mendekati 1), semakin besar laju kalor yang dipancarkan benda tersebut. Sebaliknya, semakin kecil emisivitas suatu benda (e mendekati 0), semakin kecil laju kalor yang dipancarkan. Kita bisa mengatakan bahwa benda yang berwarna gelap (warna hitam dkk) biasanya memancarkan kalor yang lebih banyak dibandingkan dengan benda yang berwarna terang (warna putih dkk).
Besarnya emisivitas tidak hanya menentukan kemampuan suatu benda dalam memancarkan kalor tetapi juga kemampuan suatu benda dalam menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda lain. Benda yang memiliki emisivitas mendekati 1 (benda yang berwarna gelap) menyerap hampir semua kalor yang dipancarkan padanya. Hanya sebagian kecil saja yang dipantulkan. Sebaliknya, benda yang memiliki emisivitas mendekati 0 (benda yang berwarna terang) menyerap sedikit kalor yang dipancarkan padanya. Sebagian besar kalor dipantulkan oleh benda tersebut.
Benda yang menyerap semua kalor yang dipancarkan padanya memiliki emisivitas = 1. Benda jenis ini dikenal dengan julukan benda hitam. Dinamakan benda hitam bukan berarti benda tersebut berwarna hitam. Benda hitam sebenarnya merupakan sebuah benda ideal saja. Btw, konsep benda hitam ideal ini penting karena laju radiasi benda ini secara teoritis bisa dihitung. Mengenai benda hitam akan kita oprek dalam pokok bahasan tersendiri.
Berdasarkan ulasan panjang pendek di atas, bisa disimpulkan bahwa benda yang memiliki emisivitas mendekati 1 (benda yang nyaris hitam pekat) merupakan pemancar sekaligus sebagai penyerap kalor yang baik. Sebaliknya, benda yang memiliki emisivitas mendekati 0 (benda yang berwarna terang) merupakan pemancar dan penyerap kalor yang buruk.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, setiap benda, apapun itu, selain memancarkan kalor, juga bisa menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda lain. Misalnya terdapat dua benda, sebut saja benda 1 dan benda 2. Benda 1 berada di dekat benda 2. Benda 1 memancarkan kalor, benda 2 juga memancarkan kalor. Nah, selain memancarkan kalor, benda 1 pasti menyerap kalor yang dipancarkan benda 2. Demikian juga sebaliknya, selain memancarkan kalor, benda 2 pasti menyerap kalor yang dipancarkan oleh benda 1. Karenanya untuk menghitung laju total perpindahan kalor yang dipancarkan oleh benda 1 atau benda 2, kita tidak bisa menggunakan persamaan om Stefan-Boltzmann di atas. Persamaan di atas hanya bisa digunakan untuk menentukan laju perpindahan kalor yang dipancarkan oleh sebuah benda (dengan anggapan tidak ada benda lain yang berada di sekitar benda tersebut). Jadi kita perlu mengoprek persamaan di atas untuk memperoleh persamaan yang sesuai dengan kondisi ini. Untuk menurunkan persamaan yang dimaksud, gurumuda tetap menggunakan ilustrasi benda 1 dan benda 2.
Misalnya benda 1 memiliki emisivitas e, suhu T1 dan luas permukaannya A. Laju perpindahan kalor yang dipancarkan oleh benda 1 sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak T1, emisivitas e dan luas permukaan A. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Agar perpindahan kalor bisa terjadi maka harus terdapat perbedaan suhu. Karenanya suhu benda 1 berbeda dengan suhu benda 2. Benda 2 memiliki suhu T2. Laju kalor yang dipancarkan benda 2 sebanding dengan pangkat empat suhu T2. Karena kalor yang dipancarkan benda 2 diserap oleh benda 1, maka laju kalor yang diserap benda 1 juga sebanding dengan pangkat empat suhu T2.
Karena terdapat kalor yang dipancarkan dan kalor yang diserap oleh benda 1, maka laju total kalor yang dipancarkan oleh benda 1 adalah :
Ini persamaan yang kita cari. Persamaan ini digunakan untuk menentukan laju total kalor yang dipancarkan oleh sebuah benda. Yang dimaksudkan dengan laju total kalor adalah selisih antara laju kalor yang pancarkan dan laju kalor yang diserap.
Pemancaran dan penyerapan kalor dengan cara radiasi akan terhenti jika kedua benda tersebut berada dalam keseimbangan termal (suhu kedua benda sama). Jadi apabila T1 = T2, maka Q/t = 0.
Apabila kalor yang dipancarkan benda 1 lebih banyak daripada kalor yang diserapnya, maka suhu benda 1 menurun sedangkan suhu benda 2 meningkat. Suhu benda 2 meningkat karena benda 2 menyerap kalor yang dipancarkan benda 1. Sebaliknya, jika kalor yang diserap benda 1 lebih banyak daripada kalor yang dipancarkannya maka suhu benda 1 meningkat sedangkan suhu benda 2 menurun.
Contoh soal 1 :
Sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang salah satu sisi kubus = 2 meter. Suhu benda = 100 oC dan emisivitas benda = 0,2. Tentukan laju kalor yang dipancarkan benda setiap detik…
Panduan Jawaban :
Suhu benda (T) = 100 oC + 273,15 = 373,15 K (suhu benda harus diubah ke dalam skala Kelvin)
Emisivitas (e) = 0,2 (emisivitas tidak punya satuan)
Luas benda (A) = sisi x sisi = 2 m x 2 m = 4 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Sekarang kita oprek laju aliran kalor yang dipancarkan benda

Watt = Joule/sekon = J/s (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
1 Watt = 1 Joule/sekon
879,5 Watt = 879,5 Joule/sekon
Benda memancarkan 879,5 Joule per detik.
Contoh soal 2 :
Seorang anak yang lagi bugil alias tidak berpakaian sedang berada dalam sebuah kamar. Luas permukaan tubuh anak tersebut = 2 m2, suhu kulitnya = 30 oC dan emisivitasnya = 0,8. Jika suhu kamar = 20 oC, berapakah laju kalor yang hilang setiap detik dari tubuh si anak ?
Panduan Jawaban :
Suhu anak (T1) = 30 oC + 273,15 = 303,15 K
Suhu kamar (T2) = 20 oC + 273,15 = 293,15 K
Emisivitas (e) = 0,8
Luas tubuh (A) = 2 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Ok, tancap gas….

96,16 Watt = 96,16 Joule/sekon
Laju kalor yang lenyap dari tubuh si anak adalah 96,16 Joule per detik.
Laju kalor yang dipancarkan matahari (Laju radiasi matahari)
Sejak pagi sampai sore, kita selalu kebanjiran kalor dari matahari. Saking baik hatinya matahari, kalor yang disumbangkan kepada kita kadang overdosis sehingga tubuh kita kepanasan. Apalagi orang yang kulitnya agak hitam seperti gurumuda. Wah, kalau siang rasanya dingin sekali… Ok, kembali ke laptop. Seperti biasa, untuk menghitung laju perpindahan kalor dari matahari, tentu saja kita membutuhkan bantuan rumus. Rumus lagi, rumus lagi…. pusink dah ;)
Berdasarkan hasil perhitungan (sesuai dengan kenyataan), ditemukan bahwa terdapat kalor sebesar 1350 Joule per sekon per meter persegi yang mengungsi dari matahari menuju planet bumi di mana dirimu dan diriku berada. Pada hari yang cerah (tidak ada awan), terdapat kalor sebesar 1000 Joule per sekon per meter persegi yang tiba dengan selamat di permukaan bumi. Pada hari yang tidak cerah (banyak awannya), sekitar 70 % kalor diserap oleh atmosfir bumi. Rakus juga ya si atmosfir… Jadi hanya 30 % kalor yang tiba dengan selamat di permukaan bumi. Besarnya kalor yang lenyap di atmosfir bumi tergantung pada banyak atau sedikitnya awan yang menggelayut manja di langit.
Jumlah kalor sebesar 1350 Joule per sekon per meter persegi dikenal dengan julukan konstanta matahari. Karena Joule per sekon (J/s) = Watt, maka kita bisa menulis kembali konstanta matahari menjadi 1350 Watt per meter persegi = 1350 W/m2
Ketika kalor yang dipancarkan oleh matahari tiba di permukaan bumi, kalor tersebut diserap oleh benda hidup ;) dan benda mati yang berada di permukaan bumi. Laju penyerapan kalor bergantung pada emisivitas (e) benda tersebut, luas permukaan benda dan sudut yang dibentuk oleh sinar matahari dengan garis yang tegak lurus permukaan benda. Untuk memudahkan pemahamanmu, tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan.

Secara matematis, laju penyerapan kalor bisa ditulis sebagai berikut :

Keterangan :

Pada siang hari, sinar matahari sejajar atau berhimpit dengan garis yang tegak lurus permukaan bumi (Sudut yang dibentuk = 0). Amati gambar di bawah…

Karena sudut yang dibentuk = 0o, maka laju penyerapan kalor adalah :

Laju penyerapan kalor (Q/t) bernilai maksimum jika sudut yang dibentuk sinar matahari dengan garis yang tegak lurus permukaan bumi = 0o (cos 0 = 1). Biasanya ini terjadi pada siang hari, di mana matahari kesayangan kita tepat berada di atas kepala. Jadi tidak perlu heran kalau siang hari rasanya panas sekali.
Pada pagi hari dan sore hari, sudut yang terbentuk mendekati 90o. Amati gambar di bawah…

Besar sudut yang mendekati 90o bisa saja 70o, 75o, 80o, 85o dll. Berdasarkan gambar di atas, sudut yang terbentuk sekitar 80o (Ini cuma perkiraan kasar saja). Seandainya sudut yang terbentuk adalah 80o, maka laju penyerapan kalor adalah :

Laju kalor (Q/t) pada pagi hari dan sore hari bernilai minimum karena cos teta mendekati nol. Semakin kecil cos teta, semakin kecil laju penyerapan kalor (Q/t). Hal ini yang menjadi alasan mengapa pada pagi hari atau sore hari kita tidak merasa panas.
Pada saat matahari terbenam di ufuk barat atau hendak terbit di ufuk timur, sudut yang terbentuk = 90o. Amati gambar di bawah…

Karena sudut yang dibentuk = 90o, maka laju penyerapan kalor adalah :

Laju penyerapan kalor (Q/t) pada saat matahari terbenam di ufuk barat atau hendak terbit di ufuk timur = 0. Jadi tidak ada kalor yang disedot. Ya iyalah, sinar matahari saja tidak ada. Mau disedot apanya…. Pada siang hari matahari baik hati sekali ya, tapi kalau menjelang malam matahari berubah menjadi sangat pelit ;) Kayanya perlu dikasih pelajaran tuh
Penerapan radiasi
Salah satu penerapan perpindahan kalor dengan cara radiasi adalah termografi. Alatnya dinamakan termograf. Termograf biasa digunakan untuk mendeteksi tumor, kanker dkk. Jalan ceritanya seperti ini… Biasanya proses metabolisme pada bagian tubuh yang ada tumor atau kanker cukup tinggi. Karenanya suhu bagian tubuh tersebut lebih tinggi. Ingat ya, semakin tinggi suhu, semakin banyak kalor yang dipancarkan alias diradiasikan. Nah, tugas si termograf adalah menscan alias mengukur besarnya kalor yang diradiasikan oleh semua bagian tubuh. Bagian tubuh yang memancarkan kalor paling banyak tentu saja pantas dicurigai… Selanjutnya harus dimata-matai, jika sangat membahayakan sebaiknya dipotong ;)
Konsep2nya sudah gurumuda jelaskan. Keanehan yang diulas pada bagian pengantar dijawab sendiri ya… Masukan saja melalui kolom komentar. Nanti baru kita bahas bareng2. Jika ada salah kata, salah mata atau salah malah, sehingga dirimu bingung 7 keliling, mohon jangan dimaafkan ya. Tanyakan saja melalui kolom komentar.

Konveksi

Pengantar
Dirimu pernah bermain ke pantai-kah ? Sayang kalau belum. Coba main ke pantai kalau ada waktu. Sekali2 perlu rekreasi, apalagi tiap hari sumpek dengan kehidupan di kota yang hiruk pikuk dan bikin sebel. Udaranya sudah panas, asap kendaraan bertebaran di mana-mana, suara bising lagi bikin kuping juga ikut2an bising ;)
Sambil memandang gulungan gelombang laut yang bergerak perlahan-lahan menuju ke tepi pantai, hembusan angin sepoi-sepoi bikin tubuh terasa segar. Belum lagi pemandangan sunset di sore hari… Apalagi sedang berduaan sama pacar kesayangan… wah, asyik sekali. Hidup serasa milik berdua :)
Banyak sekali konsep fisika yang bisa dipelajari ketika kita berada di tepi pantai. Salah satunya adalah hembusan angin laut di siang hari dan angin darat di malam hari. Hembusan angin laut di siang hari yang cukup panas membuat kita merasa sangat nyaman. Maunya bikin rumah saja di tepi pantai, biar kalau ada tsunami bisa stress…. hiks2…. Btw, mengapa selalu ada angin di tepi pantai ya ?
KONVEKSI
Selain berpindah tempat dengan cara konduksi, kalor juga bisa mengungsi dari satu tempat ke tempat lain dengan cara konveksi. Konveksi tuh proses berpindahnya kalor akibat adanya perpindahan molekul-molekul suatu benda. Ingat ya, biasanya kalor berpindah dari tempat yang bersuhu tinggi menuju tempat yang bersuhu rendah. Nah, jika terdapat perbedaan suhu maka molekul2 yang memiliki suhu yang lebih tinggi mengungsi ke tempat yang bersuhu rendah. Posisi molekul tersebut digantikan oleh molekul lain yang bersuhu rendah. Jika suhu molekul ini meningkat, maka ia pun ikut2an mengungsi ke tempat yang bersuhu rendah. Posisinya digantikan oleh temannya yang bersuhu rendah. Demikian seterusnya…
Perlu diketahui bahwa benda yang dimaksudkan di sini adalah zat cair atau zat gas. Walaupun merupakan penghantar kalor (konduktor termal) yang buruk, zat cair dan zat gas bisa memindahkan kalor dengan cepat menggunakan cara konveksi. Contoh zat cair adalah air, minyak goreng, oli dkk. Contoh zat gas adalah udara…
Untuk membantumu memahami perpindahan kalor dengan cara konveksi, gurumuda menggunakan contoh saja…
Proses pemanasan air
Tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan. Air yang berada di dalam wadah dipanaskan dengan nyala api yang berasal dari kompor.

Ketika kita memanaskan air menggunakan kompor, kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju dasar wadah (suhu lebih rendah). Karena mendapat tambahan kalor, maka suhu dasar wadah meningkat. Ingat ya, yang bersentuhan dengan nyala api adalah bagian luar dasar wadah. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar wadah (yang bersentuhan dengan air). Suhu bagian dalam dasar wadah pun meningkat. Karena air yang berada di permukaan wadah memiliki suhu yang lebih kecil, maka kalor mengalir dari dasar wadah (suhu lebih tinggi) menuju air (suhu lebih rendah). Perlu diketahui bahwa perpindahan kalor pada wadah terjadi secara konduksi. Perpindahan kalor dari dasar wadah menuju air yang berada di permukaannya juga terjadi secara konduksi.
Adanya tambahan kalor membuat air yang menempel dengan dasar wadah mengalami peningkatan suhu. Akibatnya air tersebut memuai. Ketika memuai, volume air bertambah. Karena volume air bertambah maka massa jenis air berkurang. Kalau bingung, ingat lagi persamaan massa jenis alias kerapatan (massa jenis = massa / volume). Massa air yang memuai tidak berubah, yang berubah hanya volumeya saja. Karena volume air bertambah, maka massa jenisnya berkurang. Berkurangnya massa jenis air menyebabkan si air bergerak ke atas (kita bisa mengatakan air tersebut mengapung). Mirip seperti gabus atau kayu kering yang terapung jika dimasukan ke dalam air. Gabus atau kayu kering bisa terapung karena massa jenisnya lebih kecil dari massa jenis air.
Karena bergerak ke atas maka posisi air tadi digantikan oleh temannya yang berada di sebelah atas. Kali ini temannya yang menempel dengan dasar wadah. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari dasar wadah menuju temannya. Temannya ikut2an kepanasan juga (suhu meningkat) sehingga massa jenisnya berkurang. Karena massa jenisnya berkurang maka ia bergerak ke atas. Posisinya digantikan oleh temannya yang berada di sebelah atas. Demikian seterusnya sampai semua air yang berada dalam wadah mendapat jatah kalor. Ingat ya, air yang memiliki suhu yang tinggi tidak langsung meluncur tegak lurus ke atas tetapi berputar seperti yang ditunjukkan pada gambar. Hal ini disebabkan karena temannya yang berada tepat di atasnya memiliki massa jenis yang lebih besar.
Perpindahan kalor pada proses pemanasan air merupakan salah satu contoh perpindahan kalor secara konveksi.
Catatan :
Pertama, proses perpindahan kalor dengan cara konveksi hanya terjadi dalam air. Perpindahan kalor dari dasar wadah menuju air terjadi secara konduksi.
Kedua, seandainya nyala api bersentuhan dengan wadah, maka kalor mengalir dari nyala api (suhu lebih tinggi) menuju wadah (suhu lebih rendah) dengan cara konduksi. Sebaliknya, jika nyala api tidak bersentuhan dengan wadah maka kalor mengalir dari nyala api menuju wadah dengan cara radiasi. Mengenai radiasi akan dibahas kemudian.
Ketiga, Jika nyala api cukup besar maka kalor tidak hanya mengalir dari nyala api menuju dasar wadah tetapi juga menuju dinding wadah. Perpindahan kalor bisa terjadi dengan cara konduksi (apabila nyala api bersentuhan dengan dinding wadah) atau perpindahan kalor bisa terjadi dengan cara radiasi (apabila nyala api tidak bersentuhan dengan dinding wadah).
Keempat, proses pemanasan air menggunakan pemanas listrik juga mirip dengan kasus di atas. Elemen pemanas memiliki suhu yang lebih tinggi sedangkan air yang berada di sekitarnya memiliki suhu yang lebih rendah. Karena terdapat perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari elemen pemanas menuju air yang menempel dengannya. Perpindahan kalor dari elemen pemanas menuju air terjadi secara konduksi. Sebaliknya, proses perpindahan kalor dalam air terjadi secara konveksi.
Contoh lain dari perpindahan kalor secara konveksi adalah proses terjadinya angin laut dan angin darat
Angin laut
Tataplah gambar di bawah dengan penuh kelembutan.
konveksi-bKalor jenis daratan (zat padat) lebih kecil daripada kalor jenis air laut (zat cair). Akibatnya ketika dipanaskan oleh cahaya matahari pada siang hari, kenaikan suhu daratan lebih besar daripada kenaikan suhu air laut. Kalau bingung baca lagi pembahasan gurumuda mengenai kalor, kalor jenis dan kalor laten. Jadi walaupun mendapat jatah kalor yang sama dari matahari, daratan lebih cepat panas (suhu lebih tinggi) daripada air laut (suhu air laut lebih rendah).
Daratan yang sudah kepanasan tadi memanaskan udara yang berada tepat di atasnya sehingga suhu udara pun meningkat. Karena mengalami peningkatan suhu maka udara memuai. Ketika memuai, volumenya bertambah. Akibatnya massa jenis udara berkurang. Karena massa jenis udara berkurang, maka udara tersebut bergerak ke atas (1). Posisi udara yang bergerak ke atas tadi digantikan oleh udara yang berada di atas permukaan laut. Hal ini disebabkan karena massa jenis udara yang berada di atas permukaan laut lebih besar. Ketika bergerak ke darat, posisi udara tadi digantikan oleh temannya yang berada tepat di atasnya (2)
Sampai pada ketinggian tertentu, udara panas yang bergerak ke atas mengalami penurunan suhu. Ingat ya, ketika suhu udara menurun, volume udara juga berkurang. Berkurangnya volume udara menyebabkan massa jenis udara bertambah. Akibatnya, udara yang sudah mendingin tadi meluncur ke bawah untuk menggantikan posisi udara yang kabur dari permukaan laut (3). Proses ini terjadi terus menerus sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di atas. Dirimu menyebutnya dengan julukan angin laut. Di sebut angin laut karena udara yang berada di atas permukaan air laut melakukan pengungsian massal menuju darat. Angin laut hanya terjadi pada siang hari… Kalau malam hari kasusnya sudah berbeda.
Angin darat
Ketika malam tiba, daratan lebih cepat dingin daripada air laut. Dengan kata lain, pada malam hari, suhu daratan lebih rendah daripada suhu air laut. Hal ini disebabkan karena kalor jenis daratan (zat padat) lebih kecil daripada kalor jenis air laut (zat cair). Walaupun jumlah kalor yang dilepaskan oleh daratan dan air laut sama, tetapi karena kalor jenis daratan lebih kecil daripada kalor jenis air laut, maka penurunan suhu yang dialami oleh daratan lebih besar daripada air laut. Ingat saja rumus Q = (m)(c)(deltaT). Jika bingung berlanjut silahkan pelajari kembali pokok bahasan kalor, kalor jenis dan kalor laten.
Air laut yang memiliki suhu lebih tinggi menghangatkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang berada di atas permukaan laut meningkat. Peningkatan suhu udara menyebabkan massa jenis udara berkurang sehingga udara bergerak ke atas (1)
Daratan yang memiliki suhu lebih rendah mendinginkan udara yang berada di atasnya. Akibatnya suhu udara yang berada di atas daratan menurun. Penurunan suhu udara menyebabkan massa jenis udara bertambah. Udara yang berada di atas daratan segera meluncur ke laut (2)
Sampai pada ketinggian tertentu, udara yang bergerak ke atas mendingin (suhunya menurun). Penurunan suhu menyebabkan massa jenis udara bertambah. Si udara pun meluncur ke bawah, menggantikan posisi udara yang meluncur ke laut tadi (3). Proses ini terjadi terus menerus sehingga terbentuk arus konveksi udara sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar di atas. Dirimu menyebutnya dengan julukan angin darat. Di sebut angin darat karena udara yang berada di daratan melakukan pengungsian massal menuju laut. Angin darat hanya terjadi pada malam hari…..
Catatan :
Pertama, meningkatnya suhu daratan dan lautan yang terjadi pada siang hari merupakan korban dari perpindahan kalor secara radiasi (Daratan dan air laut mendapat sumbangan kalor dari matahari). Mengenai radiasi akan dibahas kemudian.
Kedua, perpindahan kalor dari daratan atau air laut menuju udara yang berada di atasnya terjadi secara konduksi. Perpindahan kalor secara konveksi hanya terjadi pada udara saja.
Ketiga, angin adalah udara yang bergerak. Berdasarkan kasus angin darat dan angin laut di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa terjadinya angin disebabkan karena adanya perbedaan suhu udara. Jadi angin sebenarnya merupakan korban ;) dari proses perpindahan kalor secara konveksi. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika perbedaan suhu udara sangat tinggi ? Badai pun datang melanda, membuat atap rumah ikut2an kabur bersama angin.
Cerobong Asap
Pernah lihat cerobong asap ? yang tinggal di kota pasti pernah lihat cerobong asap pabrik… mengapa asap bisa bergerak naik melalui cerobong ? emang dari sono-nya dah begitu kok… yee… anak SD juga bisa jawab kayak gini ;) Asap hasil pembakaran memiliki suhu tinggi. Karena suhunya tinggi, maka asap tersebut memuai. Ketika memuai, volume asap bertambah (massa asap tidak berubah, yang berubah hanya volumenya saja). Bertambahnya volume asap membuat massa jenisnya berkurang. Akibatnya si asap pun meluncur ke atas….
Mengapa asap hasil pembakaran cenderung bergerak ke atas ?
Kasusnya mirip dengan asap pabrik yang meluncur melalui cerobong asap…
Contoh yang lain dipikirkan sendiri ya… Jalan ceritanya sama saja seperti yang telah gurumuda jelaskan panjang lebar di atas. Btw, contoh yang telah gurumuda ulas di atas merupakan proses perpindahan kalor dengan cara konveksi yang terjadi secara alami. Ada juga konveksi yang dipaksakan. mmm… apa ya… Oya, kalau punya persoalan berkaitan dengan perpindahan kalor secara konveksi, baik yang terjadi secara alami maupun dipaksakan, silahkan masukan melalui kolom komentar. Nanti baru gurumuda bahas…. Dah ngantuk, pingin tidur ;)

Konduksi

Pengantar
Jika kita perhatikan pengendara sepeda motor di jalan raya, biasanya kebanyakan dari antara mereka menggunakan jaket atau sweater. Kayanya bukan cuma mereka… Kita juga biasa menggunakan jaket jika hendak kebut2an di jalan, terutama perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Tuh tujuannya untuk apa ya ? Omong soal jaket, ketika udara cukup dingin kita juga biasa menggunakan jaket, kaki harus dibungkus dengan kaos kaki segala, tidur pun harus ditemani selimut yang bisa bikin sesak napas… mengapa harus demikian-kah ?
Btw, katanya kalau kita tidur di lantai ubin atau lantai keramik tanpa menggunakan kasur atau selimut, katanya bisa cepat sakit. Apa hubungannya ya… Dirimu bingung-kah ? biasa saja tuh… ;) Met belajar ya…. Baca saja sampai selesai maka dirimu akan mendapat pencerahan
Orang bilang banyak jalan menuju roma, banyak jalan juga si kalor berpindah. Untuk mengungsi dari satu tempat ke tempat lain, kalor biasanya menggunakan 3 cara, antara lain : merayap, berlari dan terbang ;) Cuma canda… Terdapat 3 jenis perpindahan kalor, yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Istilah apa lagi ini… ;) Kali ini kita akan membahas perpindahan kalor dengan cara konduksi. Perpindahan kalor secara konveksi dan radiasi akan dibahas pada episode berikut…
Perpindahan Kalor dengan cara Konduksi
Sebelum melangkah lebih dekat, mari kita lakukan percobaan kecil2an. Siapkan sebuah lilin dan sepotong kawat. Tarik napas 100 kali lalu nyalakan lilin tersebut. Pegang salah satu ujung logam lalu sentuhkan ujung logam yang lain ke nyala api. Tunggu selama beberapa saat. Tanganmu kepanasan-kah ? hiks2… mengapa tangan bisa terasa panas ?
Ketika salah satu bagian logam bersentuhan dengan nyala lilin atau nyala api, secara otomatis kalor mengalir dari nyala lilin (suhu tinggi) menuju bagian logam tersebut (suhu rendah). Walaupun hanya salah satu bagian logam yang bersentuhan dengan nyala api, semua bagian logam tersebut akan kepanasan juga. Tanganmu bisa terasa panas, karena kalor mengalir dari logam (suhu tinggi) menuju tanganmu (suhu rendah). Kalor tuh energi yang berpindah. Kita bisa mengatakan bahwa ketika salah satu bagian benda yang bersuhu tinggi bersentuhan dengan benda yang bersuhu rendah, energi berpindah dari benda yang bersuhu tinggi menuju bagian benda yang bersuhu rendah.
Nah, karena mendapat tambahan energi maka molekul2 penyusun benda bergerak semakin cepat. Molekul lain yang berada di sebelahnya bergerak lebih lambat karena molekul tersebut tidak bersentuhan langsung dengan benda yang bersuhu tinggi. Ketika bergerak, molekul tersebut memiliki energi kinetik (EK = ½ mv2). Molekul2 yang bergerak lebih cepat (energi kinetiknya lebih besar) menumbuk temannya yang ada di sebelah. Karena ditumbuk alias ditabrak oleh temannya, maka molekul2 yang pada mulanya bergerak lambat ikut2an bergerak lebih cepat. Ingat ya, pada mulanya si molekul bergerak lambat (v kecil) sehingga energinya juga kecil (EK = ½ mv2). Setelah bergerak lebih cepat (v besar), energi kinetiknya bertambah. Si molekul tadi menumbuk lagi temannya yang ada di sebelah… temannya yang lagi pacaran pun ikut2an bergerak lebih cepat. Karena v besar, energinya pun bertambah. Demikian seterusnya… mereka saling tumbuk menumbuk, sambil berbagi energi.
Ketika benda yang memiliki perbedaan suhu saling bersentuhan, terdapat sejumlah kalor yang mengalir dari benda atau tempat yang bersuhu tinggi menuju benda atau tempat yang bersuhu rendah. Ketika mengalir, kalor juga membutuhkan selang waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa setiap benda (khususnya benda padat) yang dilewati kalor pasti mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. Ada benda padat yang panjang, ada juga benda padat yang pendek. Ada yang gemuk (luas penampangnya besar), ada juga yang kurus (luas penampangnya kecil). Untuk mengetahui secara pasti hubungan antara jumlah kalor yang mengalir melalui suatu benda selama selang waktu tertentu akibat adanya perbedaan suhu, maka kita perlu menurunkan persamaan. Rumus lagi… rumus lagi ;)
Amati gambar di bawah…

Benda yang terletak di sebelah kiri memiliki suhu yang lebih tinggi (T1) sedangkan benda yang terletak di sebelah kanan memiliki suhu yang lebih rendah (T2). Karena adanya perbedaan suhu (T1 - T2), kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah (arah aliran kalor ke kanan). Benda yang dilewati kalor memiliki luas penampang (A) dan panjang (l).
Berdasarkan hasil percobaan, jumlah kalor yang mengalir selama selang waktu tertentu (Q/t) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (T1 – T2), luas penampang (A), sifat suatu benda (k = konduktivitas termal) dan berbanding terbalik dengan panjang benda. Secara matematis bisa ditulis sebagai berikut :

Keterangan :
Q = Kalor (satuannya kilokalori (k) atau Joule (J) )
t = Waktu (satuannya sekon (s) )
Q/t = Laju aliran kalor (satuannya kilokalori per sekon (kkal/s) atau Joule/sekon (J/s). 1 J/s = 1 watt )
A = Luas penampang benda (Satuannya meter kuadrat (m2) )
T1 – T2 = Perbedaan suhu (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
T1 = Suhu alias Temperatur tinggi (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
T2 = Suhu alias Temperatur rendah (Satuannya Kelvin (K) atau derajat celcius (oC) )
l = Panjang benda (satuannya meter (m) )
T1 - T2 / l = Gradien suhu (satuannya Kelvin per meter (K/m) atau derajat celcius per meter (oC/m) )
k = Konduktivitas termal benda
Persamaan konduktivitas termal
Kita oprek persamaan laju aliran kalor di atas untuk memperoleh persamaan konduktivitas termal…

Satuan konduktivitas termal
Kita bisa menurunkan satuan konduktivitas termal dengan mengoprek persamaan konduktivitas termal :

Catatan :
Pertama, skala celcius dan skala Kelvin mempunyai interval yang sama. Karenanya selain menggunakan Co, kita juga bisa menggunakan K. Mengenai hal ini sudah gurumuda jelaskan pada pokok bahasan Termometer dan Skala suhu (bagian terakhir).
Kedua, kkal bisa diubah menjadi Joule menggunakan tara kalor mekanik (sudah dijelaskan pada pokok bahasan Kalor, Kalor Jenis dan Kalor laten).
Ketiga, satuan konduktivitas termal (k) bisa juga ditulis seperti ini :

Joule/sekon = J/s = Watt (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
Berikut ini nilai konduktivitas termal beberapa benda yang diperoleh melalui percobaan.
Jenis benda Konduktivitas Termal (k)

J/m.s.Co Kkal/m.s.Co
Perak 420 1000 x 10-4
Tembaga 380 920 x 10-4
Aluminium 200 500 x 10-4
Baja 40 110 x 10-4
Es 2 5 x 10-4
Kaca (biasa) 0,84 2 x 10-4
Bata 0,84 2 x 10-4
Air 0,56 1,4 x 10-4
Tubuh manusia 0,2 0,5 x 10-4
Kayu 0,08 – 0,16 0,2 x 10-4 – 0,4 x 10-4
Gabus 0,042 0,1 x 10-4
Wol 0,040 0,1 x 10-4
Busa 0,024 0,06 x 10-4
Udara 0,023 0,055 x 10-4
Benda yang memiliki konduktivitas termal (k) besar merupakan penghantar kalor yang baik (konduktor termal yang baik). Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil merupakan merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang buruk).
Tahanan Termal (R)
Para insinyur biasanya menggunakan konsep tahanan termal (R = resistansi termal) untuk menyatakan kemampuan suatu bahan dalam menghambat aliran kalor. Tahanan termal merupakan perbandingan antara ketebalan suatu bahan dengan konduktivitas termal bahan tersebut. Secara matematis bisa dirumuskan sebagai berikut :
perpindahan-kalor-f
Keterangan :
R = tahanan alias hambatan termal
l = ketebalan bahan
k = konduktivitas termal
Tambahan :
Pada umumnya zat padat merupakan konduktor termal yang baik, sedangkan zat cair dan zat gas merupakan konduktor termal yang buruk. Konduktor termal = penghantar panas alias kalor. Zat cair dan zat gas bisa disebut juga sebagai isolator termal terbaik. Isolator termal = penghambat panas alias kalor.
Penerapan Konduksi dalam kehidupan sehari-hari
Mengapa ubin terasa lebih sejuk daripada karpet ?
Ubin memiliki konduktivitas termal yang lebih besar daripada karpet. Karenanya ubin merupakan penghantar kalor yang bagus, sedangkan temannya si karpet merupakan pernghantar kalor yang buruk. Ketika kita menginjak karpet, kalor mengalir dari kaki menuju karpet. Hal ini terjadi karena suhu tubuh kita lebih tinggi dari suhu karpet. Karena si karpet merupakan penghantar kalor yang buruk maka kalor alias panas yang mengalir dari kaki kita menumpuk di permukaan karpet. Akibatnya permukaan karpet menjadi lebih hangat. Kaki mu pun ikut2an terasa hangat…
Ketika kita menginjak ubin atau keramik, kalor mengalir dari kaki menuju si ubin atau keramik. Karena si ubin merupakan penghantar kalor yang baik maka kalor alias panas yang mengalir dari kaki kita tidak tertahan di permukaan ubin. Kalor mengalir dengan lancar sehingga kaki kita terasa dingin…
Kalau rumahmu ada di malang atau bandung (daerah dingin), sebaiknya alasi lantai kamarmu dengan karpet biar kakimu tidak kedinginan. Sebaliknya, kalau rumahmu ada di jakarta, surabaya, yogya, dkk (daerah panas), sebaiknya jangan alasi lantai kamarmu dengan karpet… Bukan kesejukan yang dirimu rasakan, tapi malah bikin bete.
Ada orang yang bilang, kalau kita tidur di atas ubin (tanpa alas), kita bisa sakit. Sebenarnya hal itu disebabkan karena banyak kalor alias panas dari tubuhmu yang mengalir menuju ubin. Kalor tuh energi yang berpindah. Ketika tubuhmu kehilangan banyak kalor, maka energi dalam tubuhmu berkurang… Ini yang bikin dirimu cepat sakit. Siangnya sudah makan yang enak2 dan bergizi, malamnya dirimu membuang percuma si energi yang diperoleh dari makanan. Mending pakai saja untuk pacaran ;)
Fungsi jendela dan pintu apa sich ?
Pada malam hari, suhu udara di luar rumah lebih rendah daripada suhu udara dalam rumah. Adanya perbedaan suhu udara ini bisa menyebabkan kalor kabur keluar rumah. Karenanya, biasanya pada malam hari kita menutup pintu atau jendela. Selain bertujuan menghalau maling yang mau menggarap harta kekayaan pemilik rumah, salah satu fungsi jendela atau pintu adalah menahan kalor agar tidak kabur dari dalam rumah. Biasanya pintu atau jendela terbuat dari kayu. Konduktivitas termal kayu cukup kecil sehingga bisa berperan sebagai isolator. Fungsi lain dari jendela atau pintu adalah menahan udara. Udara yang terperangkap pada sisi dalam jendela atau pintu berfungsi sebagai isolator yang baik (penghambat kalor yang hendak kabur). Biar paham, perhatikan tabel di atas. Konduktivitas termal udara sangat kecil. Semakin kecil konduktivitas termal suatu benda, semakin sulit si kalor mengungsi melalui benda tersebut.
Pada malam hari yang dingin sebaiknya jangan suka buka pintu atau jendela kamar. Ingat ya, tanpa diperintah si kalor dengan sendirinya kabur dari benda (atau tempat) yang bersuhu tinggi menuju benda (atau tempat) yang bersuhu rendah. Kalau pintu rumahmu tidak ditutup, nanti kalor mengalir semaunya menuju luar rumah yang memiliki suhu yang lebih rendah. Semakin banyak kalor yang kabur dari dalam rumah atau kamar, suhu udara dalam kamar menjadi rendah. Karena terdapat perbedaan suhu antara udara dalam kamar dengan tubuhmu, maka kalor akan kabur dari dalam tubuhmu menuju udara. Semakin banyak kalor yang kabur, semakin banyak energi yang terbuang percuma. Nanti dirimu bisa sakit karena tubuh kekurangan energi…. Kecuali kalau dirimu pakai jaket, selimut dkk….
Fungsi pakaian tuh apa sich ?
Selain mempertahankan status kita sebagai manusia normal, pakaian juga berfungsi untuk menjaga suhu tubuh kita agar tetap stabil. Pakaian yang kita gunakan biasanya disesuaikan dengan suhu udara. Ketika suhu udara cukup rendah, pakaian yang kita gunakan lebih tebal. Selimut atau pakaian yang tebal (jaket dkk) membuat udara tidak bisa bergerak dengan lancar. Udara terperangkap di antara kulit dan jaket/selimut. Karena terdapat perbedaan suhu antara tubuh kita dan udara yang terperangkap, maka kalor mengalir dari tubuh menuju udara tersebut. Karena mendapat sumbangan kalor dari tubuh, suhu udara yang terperangkap meningkat (udara menjadi lebih hangat). Perhatikan tabel konduktivitas termal di atas…. Nilai konduktivitas termal (kemampuan menghantar kalor) udara sangat kecil. Karenanya, kalor tidak bisa kabur keluar dari tubuh. Suhu tubuh kita pun tetap terjaga… Apabila kita tidak menggunakan jaket pada saat udara cukup dingin, kalor bisa seenaknya kabur dari tubuh kita. Semakin banyak kalor yang kabur maka tubuh bisa kehilangan banyak energi…
Mengapa kebanyakan orang yang mengendarai sepeda motor biasanya menggunakan jaket ?
Tujuannya cuma satu : mencegah agar kalor tidak kabur dari dalam tubuh. Ketika kita mengendarai sepeda motor, tubuh kita bergerak. Udara juga ikut2an bergerak (udara yang bergerak = angin). Adanya angin membuat udara yang panas digantikan oleh udara yang lebih dingin. Akibatnya akan ada perbedaan suhu antara tubuh (suhu lebih tinggi) dengan udara (suhu lebih rendah). Jika kita tidak menggunakan jaket, maka kalor dengan seenaknya kabur dari tubuh… Kasusnya mirip dengan penjelasan sebelumnya…
Radiasi,Konveksi,dan konduksi

konduksi,konveksi dan radiadisi

Apabila kalor yang dipancarkan benda 1 lebih banyak daripada kalor yang diserapnya, maka suhu benda 1 menurun sedangkan suhu benda 2 meningkat. Suhu benda 2 meningkat karena benda 2 menyerap kalor yang dipancarkan benda 1. Sebaliknya, jika kalor yang diserap benda 1 lebih banyak daripada kalor yang dipancarkannya maka suhu benda 1 meningkat sedangkan suhu benda 2 menurun.
Contoh soal 1 :
Sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang salah satu sisi kubus = 2 meter. Suhu benda = 100 oC dan emisivitas benda = 0,2. Tentukan laju kalor yang dipancarkan benda setiap detik…
Panduan Jawaban :
Suhu benda (T) = 100 oC + 273,15 = 373,15 K (suhu benda harus diubah ke dalam skala Kelvin)
Emisivitas (e) = 0,2 (emisivitas tidak punya satuan)
Luas benda (A) = sisi x sisi = 2 m x 2 m = 4 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Sekarang kita oprek laju aliran kalor yang dipancarkan benda

Watt = Joule/sekon = J/s (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
1 Watt = 1 Joule/sekon
879,5 Watt = 879,5 Joule/sekon
Benda memancarkan 879,5 Joule per detik.
Contoh soal 2 :
Seorang anak yang lagi bugil alias tidak berpakaian sedang berada dalam sebuah kamar. Luas permukaan tubuh anak tersebut = 2 m2, suhu kulitnya = 30 oC dan emisivitasnya = 0,8. Jika suhu kamar = 20 oC, berapakah laju kalor yang hilang setiap detik dari tubuh si anak ?
Panduan Jawaban :
Suhu anak (T1) = 30 oC + 273,15 = 303,15 K
Suhu kamar (T2) = 20 oC + 273,15 = 293,15 K
Emisivitas (e) = 0,8
Luas tubuh (A) = 2 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Ok, tancap gas….

96,16 Watt = 96,16 Joule/sekon
Laju kalor yang lenyap dari tubuh si anak adalah 96,16 Joule per detik.

radiasi

radiasi

Apabila kalor yang dipancarkan benda 1 lebih banyak daripada kalor yang diserapnya, maka suhu benda 1 menurun sedangkan suhu benda 2 meningkat. Suhu benda 2 meningkat karena benda 2 menyerap kalor yang dipancarkan benda 1. Sebaliknya, jika kalor yang diserap benda 1 lebih banyak daripada kalor yang dipancarkannya maka suhu benda 1 meningkat sedangkan suhu benda 2 menurun.
Contoh soal 1 :
Sebuah benda berbentuk kubus dengan panjang salah satu sisi kubus = 2 meter. Suhu benda = 100 oC dan emisivitas benda = 0,2. Tentukan laju kalor yang dipancarkan benda setiap detik…
Panduan Jawaban :
Suhu benda (T) = 100 oC + 273,15 = 373,15 K (suhu benda harus diubah ke dalam skala Kelvin)
Emisivitas (e) = 0,2 (emisivitas tidak punya satuan)
Luas benda (A) = sisi x sisi = 2 m x 2 m = 4 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Sekarang kita oprek laju aliran kalor yang dipancarkan benda

Watt = Joule/sekon = J/s (satuan Energi per waktu alias satuan Daya)
1 Watt = 1 Joule/sekon
879,5 Watt = 879,5 Joule/sekon
Benda memancarkan 879,5 Joule per detik.
Contoh soal 2 :
Seorang anak yang lagi bugil alias tidak berpakaian sedang berada dalam sebuah kamar. Luas permukaan tubuh anak tersebut = 2 m2, suhu kulitnya = 30 oC dan emisivitasnya = 0,8. Jika suhu kamar = 20 oC, berapakah laju kalor yang hilang setiap detik dari tubuh si anak ?
Panduan Jawaban :
Suhu anak (T1) = 30 oC + 273,15 = 303,15 K
Suhu kamar (T2) = 20 oC + 273,15 = 293,15 K
Emisivitas (e) = 0,8
Luas tubuh (A) = 2 m2
Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2.K4
Ok, tancap gas….

96,16 Watt = 96,16 Joule/sekon
Laju kalor yang lenyap dari tubuh si anak adalah 96,16 Joule per detik.

Jumat, 31 Agustus 2012

konduksi,konveksi dan radiasi

Konduksi
Jika sebuah logam yang salah satu ujungnya dipanaskandalam selang waktu tertenu, ujung lainnya pun akan terasa panas. Hal ini menunjukkan bahwa pada batang logam tersebut terjadi aliran atau perpindahan kalor dari bagian logam yang bersuhu tinggi ke bagian logam yang bersuhu rendah. Perpindahan kalor pada logam yang tidak diikuti perpindahan massa ini disebut dengan perpindahan kalor secara konduksi. Jadi konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat perantara dn selama terjadi perpindahan kalor, tidak disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat perantaranya.
Perpindahan kalor di dalam zat padat dapat dijelaskan dengan teori atom. Atom atom dalam zat padat yang dipanaskan akan bergetar dengan kuat. Atom atom yang bergetar akan memindahkan sebagian energinya kepada atom atom tetangga terdekat yang ditumbuknya. Kemudian atom tetangga yang ditumbuk dan mendapatkan kalor ini akan ikut bergetar dan menumbuk atom tetangga lainnya, demikian seterusnya sehingga terjadi perpindahan kalor dalam zat padat.
Syarat terjadinya konduksi kalor suatu benda adalah adanya perbedaan suhu antar dua tempat pada benda tersebut. Kalor akan berpindah dari tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah. Jika suhu kedua tempat tersebut menjadi sama, maka rambatan kalor pun akan terhenti
Berdasarkan kemampuan suatu zat menghantarkan kalor secara konduksi, zat dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu konduktor dan isolator. Konduktor adalah zat yang dapat menghantarkan kalor dengan baik, sedangkan isolator adalah kebalikannya, yaitu zata yang sukar menghantarkan kalor. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa perpindahan kalor secara konduksi bergantung pada jenis logam, luas penampang penghantar kalor, perbedaan suhu antar ujung-ujung logam, serta panjang penghantar yang dilalui oleh kalor tersebut. Bersarnya perpindahan kalor secara konduksi tiap satu satuan waktu dinyatakan dengan persamaan berikut 
 
  Konveksi
Padasaat anda memenaskan air di kompor menggunakan sebuah panci, akan terjadi perambatan kalor dari air yang ada di dasar panci ke permukaan secara konveksi. Berdasarkan hasil pengamatan, perpindahan kalor seperti ini terjadi pada zat yang mengalir, seperti pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara konveksi berbeda dengan perpindahan kalor secara konduksi, di mana pada peristiwa konveksi terjadi gerakan massa atau gerakan partikel partikel zat perantara, sedangkan pada peristiwa konduksi, hal ini tidak terjadi. Berikut adalah simulasi sederhana peristiwa konveksi
 
 
Perpindahan tersebut terjadi kerena adanya perbedaan massa jenis. Akibat panas, massa jenis zat di bagian bawah (yang lebih dekat dengan sumber panas) akan berkurang, sehingga akan lebih ringan daripada zat yang ada di atasnya. Hal ini yang menyebabkan zat ringan tersebut bergerak ke atas, sedangkan zat yang lebih berat akan bergerak ke bawah. Demikian seterusnya, sehingga air dalam panci akan berputar terus naik dan turun.
Dari permasalahan konveksi ini akan didapat bahwa rambatan kalor secara konveksi bergantung pada koefisien konveksi termal zat yang memindahkan kalor, luas permukaan perpindahan kalor, serta beda suhu antara tempat kalor dialirkan dengan tempat pembuangan kalor. Secara matematis, dapat dinyatakan dengan persamaan berikut
 
 
Berikut adalah simulasi fisis peristiwa konveksi. Untuk melihatnya, tekan tombol berikut 
  Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Pada radiasi, kalor atau energi merambat tanpa membutuhkan zat perantara, berbeda halnya dengan konduksi atau konveksi yang selalu membutuhkan medium.

Sebenarnya setiap benda memancarkan dan menyerap energi radiasi. Benda panas ada yang berpijar dan ada juga yang tidak berpijar. Kedua benda tersebut memencarkan/meradiasikan energi kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang.
Yosef Stefan menemukan bahwa laju rambat kalor secara radiasi tiap satu satuan luas permukaan benda begantung pada sifat dan suhu permukaan benda. Benda yang mengkilap lebih sukar memencarkan kalor daripada benda yang hitan dan kusam. Keadaan tersebut juga berlaku untuk benda yang menyerap kalor. Benda yang permukaannnya mengkilap lebih sukar menyerap kalor daripada benda yang permukaannnya hitam dan kusam. Jadi dspst dikstsksn bahwa benda hitam dan kusam merupakan pemancar dan penyerap kalor yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dari eksperimen seperti berikut (klik tombol untuk melihat eksperimen)

perpindahan kalor

Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara. Contoh paling mudah dari perpindahan panas secara radiasi adalah pancaran sinar matahari. Matahari memancarkan panasnya sehingga sampai ke permukaan bumi melalui ruang hampa. Di ruang hampa tidak ada zat yang dapat dilalui dan juga tidak ada zat yang dapat mengalir. Panas matahari tersebut sampai ke bumi secara langsung atau secara pancaran tanpa melalui zat perantara.

Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas karena terjadinya perpindahan zat. Peristiwa konveksi atau aliran zat terjadi pada perubahan suhu suatu zat. Contohnya adalah air yang sedang direbus. Zat cair dan gas yang terkena panas maka molekul-molekulnya bertambah besar dan beratnya tetap, sehingga akan bergerak ke atas. Gerakan ke atas ini akan diikuti oleh gerakan zat lain secara terus menerus sehingga terjadi aliran zat karena panas. Dari peristiwa aliran inilah, maka panas dapat merambat secara konveksi.

Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas melalui benda padat. Benda yang dapat menghantarkan panas dengan baik disebut konduktor. Pada umumnya, konduktor terbuat dari logam. Benda yang sukar menghantarkan panas disebut isolator. Menurut Wikipedia, pada peristiwa konduksi, panas mengalir melalui molekul-molekul zat tanpa memindahkan atau menggerakkan molekul zat itu. Benda padat memiliki kemampuan merambatkan panas secara konduksi yang berbeda-beda.
Manusia menggunakan termometer untuk mengukur suhu zat cair, padat maupun gas. Termometer yang dibuat manusia umumnya berisi air raksa atau alkohol. Cara bekerja termometer berdasarkan proses pemuaian. Jika suhu naik, maka air raksa akan memuai dan permukaan air raksa ikut naik. Sebaliknya, bila suhu turun, maka permukaan air raksa akan turun. Dengan cara ini kita dapat mengukur suhu tubuh seseorang sehingga bisa diketahui sedang sehat atau sakit.